Fiqh Ibadah Ilustrasi. (Foto. Repro) MAKALAH FIQIH Dosen Pengampu : Rustam D.K.A.H., M.Ag. Disusun Oleh ...
MAKALAH FIQIH
Dosen Pengampu : Rustam D.K.A.H., M.Ag.
Disusun
Oleh :
Siti Ma’rifat 102411120
Hafidz Cahya Adiputra 122211002
Elys Sholihatul
Azizah 122211005
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
Tahun 2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketika zaman dulu sampai pada saat ini
kita mungkin sudah mengetahui kewajiban kita sebagai hamba Allah
yang lemah , dan banyak yang tahu kewajiban kita di muka bumi ini yakni
hanya untuk beribadah kepada Allah SWT. Pendapat seperti ini
memang tidak salah karena sudah tertulis dalam Al-Qur’an.
Ibadah merupakan salah satu aktivitas atau kegiatan yang
ada di setiap agama yang ada di seluruh dunia. Di dalam agama Islam juga
terdapat banyak ibadah yang harus dilaksanakan dan dipatuhi oleh setiap umatnya
kepada Allah SWT. Salah satu kegiatan ibadah yang sangat penting dan dijadikan
tiang agama dalam agama islam adalah shalat.
B. Rumusan Masalah
Pokok permasalahan
dari pembahasan ini adalah :
1.
Pengertian dan Ruang Lingkup Fiqih Ibadah
2.
Bentuk dan Macam-macam Ibadah
3.
Beberapa Ketentuan Pokok Ibadah
4.
Filosofi dan Hikmah Ibadah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Ruang
Lingkup Fiqih Ibadah
1. Ibadah
menurut bahasa
Menurut kamus Al-Muhith[1],
al-abdiyah, al-ubudiyah, dan al-Ãbadah artinya taat. Dan dalam Mukhtar
Ash-Shihhah[2],
makna dasar al-ubudiyah adalah ketundukan dan kepasrahan, sementara at-ta’bid
artinya kepasrahan. Dikatakan thariq ( jalan ) muábbad dan unta yang muábbad
artinya yang sudah disiapkan. Semua makna ini sesuai dengan isytiqaq-nya. Allah
SWT berfirman : “Masuklah dalam ibadah-Ku”(QS. Al-Fajr 89 : 29). Artinya dalam
kelompok-Ku, Allah menambah satu makna baru yaitu loyalitas.
Sedangkan úbudiyah
artinya menampakkan ketundukan, walaupun kata ibadah dalam maknanya karena
merupakan puncak ketundukan dan tidak ada sesuatu pun yang berhak mendapat
penghambaan, kecuali yang memiliki puncak keutamaan yaitu Allah SWT.
Allah SWT berfirman
:
Janganlah kalian menyembah selain Allah. (QS. Hud 11
: 2 )[3]
Dan Allah SWT berfirman :
Hanya kepada-Mu kami menyambah dan hanya kepada-Mu
kami meminta pertolongan. (QS. Al-Fatihah 1 : 5)
2.
Ibadah menurut istilah
Sesuai dengan pemakaian
secara etimologi dari kata á-ba-da. Al-Maududi[4]
berpendapat bahwa makna utama ibadah adalah jika seseorang menyatakan
ketinggian seseorang dan kekuasaannya lalu ia menyerahkan kebebasan dan
kemerdekaannya serta meninggalkan semua perlawanan dan pembangkangan lalu ia
tunduk secara total. Inilah makna hakiki yang terkandung dalam kata ibadah,
taábbud dan úbudiyah. Bahkan ketika orang Arab mendengar kata hamba atau
ibadah, maka yang pertama kali terbetik dalam pikiran mereka adalah gambaran
tentang sebuah penghambaan sebagaimana penghambaan seorang budak kepada
tuannya.
Lebih dari itu, jika
seorang hamba sudah menyerahkan diri kepada tuannya, penuh taat dan kepasrahan,
ia juga meyakini akan keagungan dan ketinggian tuannya, hatinya diselimuti rasa
syukur atas segala nikmat dan karunianya. Ia selalu berusaha secara maksimal
untuk mengagungkannya dengan berbagai cara agar bias bersyukur atas segala
anugerahnya dan senantiasa menjalankan syiar-syiar ibadahnya. Pemahaman ini
tidak akan bisa digabungkan dengan makna ubudiyah kecuali jika seorang hamba
tidak hanya menyerahkan segala ketaatan kepada tuannya saja, tetapi juga
menyerahkan hatinya. Disini seakan beliau menegaskan bahwa makna utama dari
ibadah adalah kepatuhan dan ketundukan total serta ketaatan mutlak. Terkadang
makna ini ditambah dengan aspek perasaan hati berupa penghambaan dan peribadatan
dan menjalankan syariat.[5]
- Pengertiaan Fiqih Ibadah
Secara bahasa : Pemahaman yang dalam
Secara istilah : ilmu tantang hukum-hukum perbuatan
menurut syari’at berdasarkan dalil-dalilnya terperinci.sedangkan Arti ibadah
yaitu penyembahan seorang hamba terhadap Tuhannya yang dilakukan dengan
merendahkan diri serendah-rendahnya. Dengan hati yang ikhlas menurut cara-cara
yang ditentukan oleh agama.
Ibadah yang bermakna
penghambaan dan ketaatan. (Al Baqarah 2:172; Asy Syua'ara 26:22; Al Mu'minun
23:45-47)
Pengertian fiqih
ibadah adalah pemahaman
terhadap hal yang berkaitan dengan peribadatan
manusia kepada allah ,yakni
antara makhluk yang tercipta kepada sang penciptanya.
- Ruang lingkup Fiqih Ibadah
a.
Shalat
Sholat
merupakan salah satu perbuatan yang dimulai dari tahbirotul ihram dan diakhiri
dengan salam sesuai dengan syarat-syarat tertentu. Sholat diwajibkan bagi
setiap umat islam karena barang siapa yang mendirikan sholat maka maka ia
menegakkan agama dan barang siapa yang meninggalkan sholat maka ia merobohkan
agama .
b.
Zakat
Zakat
adalah sebuah ibadah yang menuntut keridhoan umat Islam untuk mengeluarkan sebagian hartanya sesuai
ketentuan yang ditetapkan. seperti yang terdapat dalam alquran yang artinya :
“Ambillah zakat dari
sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan
mereka, dan mendoalah untuk mereka.Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan AllahMaha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
(At Taubah : 103)
c.
Puasa
Puasa
adalah tindakan sukarela dengan berpantang dari makanan, minuman, atau
keduanya, perbuatan buruk dan dari
segala hal yang membatalkan puasa untuk periode waktu tertentu. Puasa mutlak biasanya didefinisikan sebagai
berpantang dari semua makanan dan cairan untuk periode tertentu, biasanya satu hari (24 jam), atau beberapa hari. Puasa
lain mungkin hanya membatasi sebagian, membatasi makanan tertentu atau zat.
Praktik puasa dapat menghalangi aktivitas seksual dan lainnya serta makanan.
Seperti dalam firman allah swt yang artinya
“Hai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Al Baqoroh :183)
d.
Haji
Kata haji berasal
dari bahasa arab yang bermakna tujuan dan
dapat di baca dengan dua lafazh Al-hajj .Haji menurut istilah syar’i adalah
beribadah kepada Allah dengan melaksanakan manasik yang telah ditetapkan dalam
sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
dan ada pula ulama yang berpendapat: “Haji adalah bepergian dengan
tujuan ke tempat tertentu pada waktu yang tertentu untuk melaksanakan suatu
amalan yang tertentu pula. Akan tetapi definisi ini kurang pas karena haji
lebih khusus dari apa yang didefinisikan di sini, karena seharusnya ditambah
dengan satu ikatan yaitu ibadah, maka apa yang ada pada definisi pertama lebih
sempurna dan menyeluruh.
Ibadah tidak hanya
terbatas pada shalat, puasa, haji, zakat, dan semua turunannya seperti membaca
alqur’an, dzikir, doa dan istighfar seperti yang dipahami oleh kebanyakan kaum
muslimin ketika mereka di ajak untuk beribadah kepada Allah SWT. Ibadah adalah nama sebutan bagi segala
sesuatu yang disukai Allah dan di Ridhoi-Nya, baik berupa ucapan, perbuatan,
yang tampak maupun yang batin. Shalat, zakat, puasa, haji, berkata jujur,
menjalankan amanah, berbakti kepada orangtua dan menjaga tali silaturrahim,
memenuhi janji, amar ma’ruf nahi munkar, berjihad melawan orang kafir dan
munafiq, berbuat baik kepada tetangga, anak yatin, orang miskin, orang yang
berjuang di jalan Allah, hamba sahaya, termasuk binatang peliharaan, doa,
dzikir, membaca Al-Qurán, dan yang lainnya. Termasuk juga mencintai Allah dan
Rosul-Nya, rasa mengkhawatirkan Allah, bertaubat, ikhlas, sabra terhadap ujian,
syukur nikmat, ridho dengan qadha, tawakal, berharap akan selamat, khawatir
dengan azab dan yang lainnya, semua termasuk ibadah.[6]
Dari penjelasan di atas
dapat kita simpulkan bahwa rukun utama dari bangunan islam terdiri dari
sebagian kecil makna ibadah kepada Allah dan bukan semuanya seperti yang
diinginkan oleh Allah dari Hamba-nya.
Seorang muslim bisa
menjadikan semua pekerjaan biasa dan bersifat rutinitas menjadi sebuah ibadah
jika diikhlaskan niatnya. Ibadah bukan sebatas bertauhid seperti dalam firman
Allah SWT :
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam (menjalankan)
agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS.
Al-Bayyinah 98 : 5)
Namun, ibadah mencakup
tauhid dan semua jenis amal baik. Setiap ibadah harus mengacu pada nash yang
ada dan telah disyariátkan Allah, tidak ditambah-tambahi dan dikurangi. Tidak
semua orangpun boleh meng-Qiyas-kan atau mengandalkan pendapat pribadi termasuk
juga ijtihadnya. Sebab, jika ada orang boleh menambah syiar-syiar agama dengan
cara qiyas atau ijtihadnya sendiri pastilah jumlah taklif akan lebih banyak
dari apa yang ada di zaman Rasulullah SAW. Sehingga sulit untuk membedakan mana
yang syariat dasar dan mana yang tambahan. Dan kaum muslimin tidak ubahnya
seperti orang nashrani. Setiap orang yang membuat syariat baru atau ibadah
tertentu maka ia adalah sesuai dengan firman Allah SWT :
Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain
Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?
Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah
dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab
yang amat pedih. (QS. Asy-Syura 42 : 21)
Adapun yang termasuk
ijihad dalam ibadah misalnya, jika seseorang berupaya sekuat tenaga agar amal
ibadahnya diterima allah, sementara termasuk yang sia-sia jika ada orang yang
mengerjakan ibadah yang ia sendiri tidak tahu manfaatnya. Namun tetap dilakukan
karena diberi tahu orang yang sepadan dengannya padahal ia sendiri dapat
memahaminya sendiri. Kesia-siaan ini tidak akan terjadi dalam melaksanakan
perintah Allah karena kita yakin rahmat dan hikmah Allah dalam menurunkan
syariat yang sudah pasti membawa maslahat karena Dia Maha Mengetahui segala
sesuatu apa yang tidak kita ketahui.[7]
B. Bentuk dan Macam-macam Ibadah
- Ibadah-ibadah yang kita laksanakan berdasarkan bentuk nya :
Pertama, ibadah-ibadah yang berupa
perkataan dan ucapan. Ibadah ini semisal membaca Al-Qurán, tasbih, tahmid,
tahlil, takbir, taslim, doa, membaca hamdalah oleh orang yang bersin.
Kedua, ibadah-ibadah yang berupa
perbuatan yang tidak disifatkan dengan sesuatu sifat. Ibadah ini contoh nya
menolong orang, berjihad di jalan Allah, membela diri dari gangguan,
menyelenggarakan urusan jenazah.
Ketiga, ibadah-ibadah yang berupa
menahan diri dari mengerjakan suatu pekerjaan. Ibadah semacam ini ialah puasa,
yakni menahan diri dari makan, minum, dan dari segala yang merusakkan puasa.
Keempat, ibadah-ibadah yang
melengkapi perbuatan dan menahan diri dari sesuatu pekerjaan. Ibadah ini contoh
nya ialah I’tikaf (duduk di dalam masjid), menahan diri dari jima’ dan
mubasyarah, bernikah dan menikahkan, haji.
Kelima, ibadah-ibadah yang
bersifat menggugurkan hak. Umpamanya, membebaskan orang-orang yang berhutang,
memaafkan kesalahan orang lain, memerdekakan budak untuk kaffarat.
Keenam, ibadah-ibadah yang
melengkapi perkataan, pekerjaan, khudhuk, khusyuk menahan diri dari berbicara
dan dari berpaling lahir dan batin dari yang diperintahkan kita menghadapinya.[8]
- Macam-macam ibadah :
a. Ibadah-ibadah itu, terbagi beberapa macam.
Pertama, bersifat makrifat yang
tertentu dengan soal ketuhanan.
Kedua, ucapan-ucapan yang
tertentu untuk Allah, seperti : takbir, tahmid, tahlil dan puji-pujian.
Ketiga, perbuatan-perbuatan yang
tertentu untuk Allah, seperti : haji, umrah, rukuk, sujud, puasa, thawaf dan
I’tikaf.
Keempat, ibadah-ibadah yang lebih
mengutamakan hak Allah walaupun terdapat pula padanya hak hamba, seperti :
Sholat fardhu dan Sholat Sunnah.
Kelima, yang mencakup kedua-dua
hak, tetapi hak hamba lebih berat, seperti : zakat, kaffarat dan menutup aurat.
Dalam soal
harta, hak Allah mengikuti hak hamba dengan dalil bahwa harta itu menjadi mubah
bila dibolehkan oleh mereka yang mempunyai harta dan dapat dimanfaatkan dengan seizin
mereka.
b. Muamalah juga terdapat beberapa macam :
1)
Ada yang diwujudkan untuk menghasilkan maslahat yang cepat, seperti :
jual-beli dan sewa-menyewa.
2)
Ada yang maslahatnya memperoleh ganti yang cepat, seperti : menerima
upah untuk haji dan umrah, dan mengajar Al-Qurán.
3)
Ada yang salah satu maslahatnya segera diperoleh, sedangkan yang
keduanya lambat diperoleh, seperti : memberi pinjaman (memberi hutang).
Maslahatnya untuk yang menerima uang cepat diterimanya, untuk yang memberi
hutang lambat diperolehnya bila ia maksudkan keridhaan Allah.
4)
Salah satu maslahatnya cepat diterimanya, sedangkan yang lain oleh
pemberinya dapat dicepatkan atau dilambatkan, seperti : menjamin hutang.
Kemaslahatannya yang cepat diperoleh oleh yang dijaminkan. Jika penjaminan
dengan ganti, cepatlah ia menerima maslahatnya. Jika ia jamin dengan tak ada
sesuatu agunan dipahalai dia, jika ia kehendaki keridhaan Allah.
5)
Kemaslahatannya lambat untuk yang memberi, cepat untuk yang menerima,
seperti wakaf, hibah, wasiat dan hadiah.[9]
C. Beberapa ketentuan pokok ibadah
Ibadah sebagaimana pendapat imam Syathibi, merupakan tujuan yang mendasar
dan maksud-maksud yang mengikuti. Adapun tujuan yang mendasar (pokok) di dalam
ibadah adalah Tawajjuh (menghadap) kepada Allah SWT dan mengesakan-Nya
dengan niat ibadah dalam setiap keadaan. Hal itu diikuti tujuan menyembah guna
memperoleh kedudukan di akhirat, atau agar menjadi seorang di antara wali-wali
Allah atau yang serupa dengannya. Termasuk tujuan-tujuan mengikuti ibadah
adalah untuk perbaikan jiwa dan mencari anugerah. Demikian pula seluruh ibadah,
semua itu mempunyai fungsi ukhrawiyah, termasuk memperoleh keberuntungan
dengan surga dan selamat dari azab neraka. Jadi, hal ini termasuk dalam arti Ar-Rajaa’
(harapan) memperoleh pahala dari Allah SWT, takut siksanya, dan merupakan
bagian dari ibadah yang tertuju kepada Tuhan semesta alam. Al-Khauf
(takut) dan Ar-Rajaa’ dalam arti ini tidak tercela, selama ikhlas karena
Allah sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.[10]
Imam Asy-Syathibi mengatakan : salat misalnya, dasar pensyariatannya
adalah Al-Khudlu’ atau berendah diri, tunduk kepada Allah yang disertai
keikhlasan menghadap kepada-Nya, berdiri di atas pijakan berhina dan
memperkecil diri dari di hadapan Allah tanpa meninggalkan dan selalu
mengingat-Nya.
Diterima tidaknya suatu ibadah terkait pada dua faktor yang penting.
Pertama, ibadah dilaksanakan atas dasar ikhlas.
Firman Allah SWT yang artinya :
“Katakan olehmu, bahwasanya aku diperintahkan menyembah Allah (beribadah
kepada-Nya) seraya mengikhlaskan taat kepadanya-Nya, dan diperintahkan supaya
aku merupakan orang pertama yang menyerahkan diri kepada-Nya” (QS. Az-Zumar 39
: 11-12)
Kedua, ibadah dilakukan secara sah (sesuai petunjuk syara’
Firman Allah SWT yang artinya :
“Barang siapa mengharap supaya menjumpai Tuhannya, hendaklah ia
mengerjakan amal yang shalih, dan janganlah ia mensyarikatkan seseorang dengan
Tuhannya dalam ibadahnya itu” (QS. Al-Kahfi 18 : 110)[11]
D. Filosofi dan Hikmah Ibadah
- Filosofi
Apabila di
perhatikan dengan saksama kedudukan ibadah dalam islam, nyatalah bahwa ibadah itu jalan yang harus dilalui untuk
mensucikan jiwa dan pekerjaan.
Manusia
semuanya hamba Allah. Allah sendiri yang menciptakan mereka. Kepada Allah
semuanya akan kembali. Maka mengdahapkan jiwa kepada Allah, yang dalam bahasa
arab dikatakan tawajjuh, dinamai munajjah. Adapun membesarkan Allah dan
menundukkan jiwa kepada-Nya, dinamai ibadah.
Menurut teori dan falsafah islam, ibadah itu
didasarkan untuk kebaikan hidup yang memerlukan tiga faktor penting, yaitu :
a.
Kebaikan akal.
b.
Kebaikan jiwa, dan
c.
Kebaikan usaha (amal)
Islam
menegakkan ibadah atas beberapa sendi yang dapat membersihkan jiwa dan usaha
sekiranya kita melaksanakan dengan sewajarnya dan dengan semestinya, dan kita
tetap memelihara inti sari ibadah itu.
Islam
meniadakan ibadah dari perantaraan antara yang menyembah (abid) dengan yang di
sembah (ma’bud). Islam menjadikan ibadah itu perhubungan yang langsung antara
seseorang pribadi dengan Tuhannya dengan tidak ditengahi oleh seorangpun. Para
ulama’ dalam syari’at islam bukan sekali-kali berlaku sebagai orang yang
menjadi perantara antara seoran hamba dengan Allah, Khaliqnya. Mereka dan orang
lain soal ini, sama saja. Para ulama’ hanya dibebankan member pengajaran.
Karena itu, mereka lebih berat bertanggungjawab di hadapan Allah kelak.
Firman Allah swt :
Maka
berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi
peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka. (QS.
Alghasiyah/88:21-22)
Islam menghendaki supaya
hati manusia itu, senantiasa berhubungan dengan Tuhan, tidak lalai dari-Nya.
Selalu memperhatikan keadaan dirinya dan keinginannya, manusia itu menjadikan
dunia untuk jalan menempuh keakhiratan.
Firman Allah swt:
Dan carilah pada apa yang
telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah
kamu melupakan bahagianmu dari (keni'matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan. (QS. Al Qashash/28:77)[12]
- Hikmah
Tidak ada
ibadah yang kosong dari hikmah, apabila tiap-tiap ibadah di dalam syari’at
islam diteliti dan diselami hikmah dan rahasinya, nyatalah tak ada suatu ibadah
yang kosong dari hikmah. Hanya saja, hikmah itu ada yang terang ada yang
tersembunyi. Mereka yang terang hatinya, cemerlang pikirannya, dapat menyelami
hikmah-hikmah itu. Mereka yang bebal, tidak terang mata hatinya, tidak tembus
pikirannya, tidak dapat menyelaminya.
Pengertian hikmah yang dimaksudkan disini
adalah :
“illah-illah atau
rahasia-rahasia yang berdasar akal yang ada persesuaian antaranya hukum”
Contohnya :
a.
Sembahyang disyari’atkan untuk mengingtkan kita kepada Allah dan untuk bermunajat
kepada-Nya.
Firman
Allah swt:
Sesungguhnya Aku ini adalah
Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah
shalat untuk mengingat Aku. (QS. Thaha/20:14)
b.
Zakat disyari’atkan untuk mengkis kekikiran dan untuk mencukupkan
kebutuhan para fuqara dan masakin.
Sabda Nabi SAW :
“Diamlah dari
hartawan-hartawan merela lalu diberikan kepada orang-orang fakir mereka”. (HR.
Bukhari - Muslim)
c.
Puasa disyari’atkan untuk mematahkan dorongan nafsu dan untuk menyiapkan
kita bertakwa kepada Allah.
Firman Allah swt:
Shibghah Allah Dan siapakah
yang lebih baik shibghahnya dari pada Allah? Dan hanya kepada-Nya-lah kami
menyembah. (QS. Al baqharah/2:138)
d.
Haji, disyari’atkan untuk memuliakan syiar-syiar agama.
Friman Allah swt:
Sesungguhnya Shafaa dan
Marwa adalah sebahagian dari syi'ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji
ke Baitullah atau ber-'umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i
antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan
hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.
(QS Al baqarah/2:158)
e.
Hudud (hukuman-hukuman had) dan kaffarat-kaffarat disyari’atkan untuk memperkuatkan
manusia dari mengerjakan kemaksiatan.
Firman Allah swt:
“supaya ia merasa kepahitan urusannya” (QS Al
Maidah/5:95)[13]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Fiqih ibadah
adalah pemahaman terhadap
hal yang berkaitan dengan peribadatan
manusia kepada allah ,yakni
antara makhluk yang tercipta kepada sang penciptanya. rukun utama dari bangunan islam terdiri
dari sebagian kecil makna ibadah kepada Allah dan bukan semuanya seperti yang
diinginkan oleh Allah dari Hamba-nya.
Ruang Lingkup
Fiqih ibadah meliputi : Shalat, Zakat, Puasa, Haji,dll. Ibadah tidak hanya
terbatas pada shalat, puasa, haji, zakat, dan semua turunannya. Melainkan
Seorang muslim bisa menjadikan semua pekerjaan biasa dan bersifat rutinitas
menjadi sebuah ibadah jika diikhlaskan niatnya.
Bentuk-bentuk
ibadah meliputi : ibadah-ibadah
yang berupa perkataan dan ucapan , ibadah
yang berupa perbuatan yang tidak disifatkan dengan sesuatu sifat, ibadah-ibadah yang berupa menahan diri dari
mengerjakan suatu pekerjaan, ibadah-ibadah yang melengkapi perbuatan dan
menahan diri dari sesuatu pekerjaan, ibadah-ibadah yang bersifat menggugurkan
hak.,
ibadah yang
melengkapi perkataan, pekerjaan .
Macam-macam ibadah meliputi : bersifat makrifat yang
tertentu dengan soal ketuhanan, ucapan-ucapan yang tertentu untuk Allah,
perbuatan-perbuatan yang tertentu untuk Allah, ibadah-ibadah yang lebih
mengutamakan hak Allah walaupun terdapat pula padanya hak hamba, yang mencakup
kedua-dua hak, tetapi hak hamba lebih berat.
Ibadah dalam konteks muamalah meliputi :
Ada yang diwujudkan untuk menghasilkan maslahat yang cepat, Ada yang maslahatnya
memperoleh ganti yang cepat, Ada yang salah satu maslahatnya segera diperoleh
dan sedangkan yang keduanya lambat diperoleh, Salah satu maslahatnya cepat
diterimanya dan sedangkan yang lain oleh pemberinya dapat dicepatkan atau
dilambatkan, Kemaslahatannya lambat untuk yang memberi dan cepat untuk yang
menerima.
Ketentuan pokok
ibadah meliputi : Tawajjuh, Al-Khauf, Ar-Rajaa’.
Filosofi Ibadah
: Islam
menegakkan ibadah atas beberapa sendi yang dapat membersihkan jiwa dan usaha
sekiranya kita melaksanakan dengan sewajarnya dan dengan semestinya, dan kita
tetap memelihara inti sari ibadah itu.
Hikmah Ibadah : Setiap
ibadah memiliki hikmah. Mereka yang terang hatinya, cemerlang pikirannya, dapat
menyelami hikmah-hikmah ibadah. Mereka yang bebal, tidak terang mata hatinya,
tidak tembus pikirannya, tidak dapat menyelaminya.
DAFTAR PUSTAKA
Ash Shiddieqy, H.Z. Fuad Hasbi, 2000, Kuliyah
Ibadah, Semarang : PT. Pustaka Riski Putra
Ibrahim Shalih Su’ad, 2011, Fiqih Ibadah Wanita, Jakarta
: Amzah
Qardhawi
Yusuf, 1993, Konsep Ibadah Dalam Islam,
Surabaya : Central Media
[1]Al-Qamus
Al-Muhith. Al-Fairuzabadi (Muhammad bin Ya’qub Majduddin Al-Fairuzabadi). Cairo
: Mathba’ah Mushthafa Al-Babi
Al-Halabi, cet. II. 1371 H/1952 M, hlm. 311.
[2] Mukhtar
Ash-Shihhah. Ar-Razi (Muhammad bin Abu Bakr bin Abdul Qadir). Cairo :
Al-Mathabi’ Al-Amiriyyah, 1355 H, hlm. 407, 408.
[3] Lihat Al-Mufradat
fi Gharib Al-Qur’an. Ar-Raghib Al-Ashfihani, hlm. 319 , dan Mu’jam
Al-Fazh Al-qur’an Al-Karim. Lajnah min kubbar Al-‘Ulama fi Ad-Din wa Al-Lughah.
Cairo: Al-Ha’iah Al Mishriyyah Al-‘Ammah li Al-kitab , t t., hlm 6
[6] Dr. Yusuf
Al-Qaradhawi, Al-‘ibadah fi Al-islam, menukil tulisan ibnu Taimiyyah
dalam kitab Risalah Al-Ibadah.
[8] Teungku
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Prof. DR. kuliyah ibadah. Semarang : PT
PUSTAKA RIZKI PUTRA, 2000. Hlm 19-20.
[9] Teungku
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Prof. DR. kuliyah ibadah. Semarang : PT
PUSTAKA RIZKI PUTRA, 2000. Hlm 74-75.
[10] Yusuf
Qhardawi, Prof. Dr. konsep ibadah dalam islam. Subarabaya. CENTRAL
MEDIA, 1993. Hlm 91-93.
[11] Teungku
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Prof. DR. kuliyah ibadah. Semarang : PT
PUSTAKA RIZKI PUTRA, 2000. Hlm 13.
[12] Teungku
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Prof. DR. kuliyah ibadah. Semarang : PT
PUSTAKA RIZKI PUTRA, 2000. Hlm
91-95.
[13] Teungku
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Prof. DR. kuliyah ibadah. Semarang : PT
PUSTAKA RIZKI PUTRA, 2000. Hlm
85-87.
COMMENTS