Aliran Maturidiyah. (Foto. Power Poin saat Presentasi) 1. Pengertian Aliran Maturidiyah Berdasarkan buku Pengantar Teologi Islam , ...
Aliran Maturidiyah. (Foto. Power Poin saat Presentasi) |
- 1. Pengertian Aliran Maturidiyah
Berdasarkan buku Pengantar Teologi Islam, aliran Maturidiyah diambil dari nama pendirinya, yaitu Abu Mansur Muhammad bin Muhammad.[1]
Di samping itu, dalam buku terjemahan oleh Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad
Qarib menjelaskan bahwa pendiri aliran maturidiyah yakni Abu Manshur
al-Maturidi, kemudian namanya dijadikan sebagai nama aliran ini.[2]
Selain itu, definisi dari aliran Maturidiyah adalah aliran kalam yang
dinisbatkan kepada Abu Mansur al-Maturidi yang berpijak kepada
penggunaan argumentasi dan dalil aqli kalami.[3]
Sejalan dengan itu juga, aliran Maturidiyah merupakan aliran teologi
dalam Islam yang didirikan oleh Abu Mansur Muhammad al-Maturidiyah dalam
kelompok Ahli Sunnah Wal Jamaah yang merupakan ajaran teknologi yang
bercorak rasional.[4]
Jika dilihat dari metode berpikir dari aliran Maturidiyah, aliran ini
merupakan aliran yang memberikan otoritas yang besar kepada akal
manusia, tanpa berlebih-lebihan atau melampaui batas[5],
maksudnya aliran Maturidiyah berpegang pada keputusan akal pikiran
dalam hal-hal yang tidak bertentangan dengan syara’. Sebaliknya jika hal
itu bertentangan dengan syara’, maka akal harus tunduk kepada keputusan
syara’.[6]
Berdasarkan prinsip pendiri aliran Maturidiyah mengenai penafsiran
Al-Qur’an yaitu kewajiban melakukan penalaran akal disertai bantuan nash
dalam penafsiran Al-Qur’an. Dalam menfsirkan Al-Qur’an al-Maturidi
membawa ayat-ayat yang mutasyabih (samar maknanya) pada makna yang muhkam (terang dan jelas pengertiannya). Ia menta’wilkan yang muhtasyabih berdasarkan pengertian yang ditunjukkan oleh yang muhkam. Jika seorang mikmin tidak mempunyai kemampuan untuk menta’wilkannya, maka bersikap menyerah adalah lebih selamat.[7]
Jadi dalam pena’wilan Al-Qur’an, al-Maturudi sangat berhati-hati
walaupun beliau menjadikan akal suatu kewajiban dalam penafsiran suatu
ayat. Penulis setuju dengan sikap al-Maturudi dalam menafsirkan ayat
yang mutasyabih, yakni dengan mencari pentunjuk dari ayat yang muhkam
dan dikombinasikan dengan penalaran akal pikiran yang apabila seseorang
tidak bisa mena’wilkan ayat tersebut, maka orang itu dianjurkan untuk
tidak mena’wilkannya.
Maka dari bererapa pengertian di atas, kami bisa memberikan simpulan
bahwa aliran Maturidiyah merupakan aliran yang namanya diambil dari nama
pendirinya yakni al-Maturudi. Aliran ini menggunakan akal dalam analogi
pemikiran atau penafsiran ayat, namun hal itu bukan menjadi hal yang
mutlak karena apabila terdapat keputusan akal yang bertentangan dengan
syara’, maka itu ditolak.
- 2. Sejarah Aliran Maturidiyah
Dalam buku Teologi Islam, Aliran-aliran Sejarah Analisa perbandingan (Harun
Nasution, 76) menyebutkan bahwa Abu Manshur Muhammad Ibn Muhammad Ibn
Mahmud al-Maturudi lahir di Samarkand pada pertengahan ke dua dari abad
ke sembilan Masehi dan meninggal di tahun 944 M. Tidak banyak diketahui
mengenai riwayat hidupnya. Ia adalah pengikut Abu Hanifah dan
paham-paham teologinya banyak persamaannya dengan paham-paham yang
dimajukan Abu Hanifah. Sistem pemikiran teologi yang ditimbulkan Abu
Mansur termasuk dalam golongan teologi ahli sunnah dan dikenal dengan
al-Maturidiah.[8]
Abu Mansur al-Maturidi mencari ilmu pada pertiga terakhir dari abad
ke tiga Hijrah, di mana aliran Mu’tazilah sudah mengalami kemundurannya,
dan di antara gurunya adalah Nasr bin Yahya al-Balakhi (wafat 268 H).[9]
Negeri Samarkand pada saat itu merupakan tempat diskusi dalam ilmu Fiqh
dan Ushul Fiqh. Diskusi di bidang Fiqh berlangsung antara pendukung
mazhab Hanafi dan pendukung mazhab Syafi’i.[10]
Selain itu, aliran Maturidiyah merupakan salah satu dari sekte Ahl
al-Sunnah wal al-Jama’ah yang tampil bersama dengan Asy’ariah. Kedua
aliran ini datang untuk memenuhi kebutuhan mendesak yang menyerukan
untuk menyelamatkan diri dari ekstrimitas kaum rasionalis di mana yang
berada di barisan paling depan adalah Mu’tazilah, maupun ekstrimitas
kaum tekstualis di mana yang berada di barisan paling depan adalah kaum
Hanabillah (para pengikut Imam Ibnu Hambal).[11]
Pada awalnya antara kedua aliran ini (Maturidiyah dan Asy’ariyah)
dipisahkan oleh jarak: aliran Asy’ariyah di Irak dan Syam (Suriah)
kemudian meluas ke Mesir, sedangkan aliran Maturidiyah di Samarkand dan
di daerah-daerah di seberang sungai (Oxus-pen). Kedua aliran ini bisa
hidup dalam lingkungan yang kompleks dan membentuk satu mazhab. Nampak
jelas bahwa perbedaan sudut pandang mengenai masalah-masalah Fiqh kedua
aliran ini merupakan faktor pendorong untuk berlomba dan survive.
Orang-orang Hanafiah (para pengikut Imam Hanafi) membentengi aliran
Maturidiyah, dan para pengikut Imam al-Syafi’I dan Imam al-Malik
mendukung kaum Asy’ariyah.[12]
Memang aliran Asy’ariyah lebih dulu menentang paham-paham dari aliran
Mu’tazilah. Seperti yang kita ketahui, al-Maturidi lahir dan hidup di
tengah-tengah iklim keagamaan yang penuh dengan pertentangan pendapat
antara Mu’tazilah (aliran teologi yang amat mementingkan akal dan dalam
memahami ajaran agama) dan Asy’ariyah (aliran yang menerima rasional dan
dalil wahyu) sekitar masalah kemampuan akal manusia. Maka dari itu,
Al-Maturidi melibatkan diri dalam pertentangan itu dengan mengajukan
pemikiran sendiri. Pemikirannya itu merupakan jalan tengah antara aliran
Mu’tazilah dan Asy’ariyah. Kerana itu juga, aliran Maturiyah sering
disebut “berada antara teologi Mu’tazilah dan Asy’ariyah”.[13]
Salah satu pengikut penting dari al-Maturidi adalah Abu al-Yusr
Muhammad al-Bazdawi (421-493 H). Nenek al-Bazdawi adalah murid dari
al-Maturidi, dan al-Bazdawi mengetahui ajaran-ajaran al-Maturidi dari
orang tuanya. Al-bazdawi sendiri mempunyai murid-murid dan salah seorang
dari mereka ialah Najm al-Din Muhammad al-Nasafi (460-537 H).[14]
Walaupun konsep pemikiran al-Bazdawi bersumber dari pemikiran
al-Maturudi, tapi terdapat pemikiran-pemikiran al-Bazdawi yang tidak
sefaham dengan al-Maturudi. Antara ke dua pemuka aliran Maturidiyah ini,
terdapat perbedaan faham sehingga boleh dikatakan bahwa dalam aliran
Maturidiyah terdapat dua golongan: golongan Samarkand yaitu
pengikut-pengikut al-Maturidi sendiri, dan golongan Bukhara yaitu
pengikut-pengikut al-Bazdawi.[15]
Dari paparan mengenai sejarah di atas, di sini para penulis beropini
bahwa aliran Maturidiyah merupakan aliran dari sekte Ahl al-Sunnah wal
al-Jama’ah yang pada mulanya aliran ini berakar dari pemikiran Abu
Mansur al-Maturidi. Beranjak dari pemikiran-pemikiran al-Maturidi ini
lah aliran ini berkembang. Sehingga pengikut aliran ini disebut aliran
Maturudiyah yang diambil dari nama pendirinya sendiri.
Pada mulanya, aliran ini masih teguh pada satu kiblat yakni
pemikiran-pemikiran dari pendirinya (al-Maturidi). Namun jauh setelah
al-Maturidi meninggal, yakni cucu dari salah seorang murid al-Maturidi,
al-Bazdawi memberikan pemahaman yang bertentangan dengan
pemikiran-pemikiran al-Maturidi. Sehingga banyak hal-hal yang berbeda
dalam konsep ajaran yang diberikan oleh pendirinya dengan pemikiran
al-Bazdawi itu sendiri. Maka dengan adanya perbedaan-perbedaan tersebut,
aliran Maturidiyah terpecah menjadi dua golongan besar yaitu pengikut
setia al-Maturidi yang akhirnya disebut Maturidiyah Samarkand dan
pengikut al-Bazdawi yang disebut dengan Maturidiyah Bukhara.
- 3. Ajaran Aliran Maturidiyah
Sebelum kita memahami konsep ajaran dari aliran Maturidiyah sebelum
terpecah menjadi dua golongan, kita harus tahu konsep pemikiran
al-Maturudi terlebih dahulu yakni kewajiban ma’rifah terhadap
Allah Swt. mungkin di temukan berdasarkan penalaran akal, sebagaimana
Allah Swt. telah memerintahkan untuk melakukan penalaran dalam sejumlah
ayat Al-Qur’an. Allah Swt. memerintahkan kepada manusia untuk berpikir
mengenai kerajaan langit dan bumi dan memberikan pengarahan kepada
manusia bahwa sekira akal pikiran diarahkan secara konsisten, terlepas
dari hawa nafsu dan taklid.[16] Sesuai dengan firman Allah Swt. berikut:
t¤yur /ä3s9 $¨B Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# $tBur Îû ÇÚöF{$# $YèÏHsd çm÷ZÏiB 4 ¨bÎ) Îû Ï9ºs ;M»tUy 5Qöqs)Ïj9 crã©3xÿtGt ÇÊÌÈ
Artinya:
”Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di
bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi
kaum yang berfikir.” (QS. Al-Jaatsiyah, 45: 13)[17]
Maka dari itu, al-Maturudi memberikan kontribusi pemikirannya kurang lebih tiga ajaran yakni:
- Mengenai sifat-sifat Allah Swt.
Mengenai sifat-sifat Allah Swt., aliran Asy’ariyah mengatakan
sifat-sifat Allah Swt. itu merupakan sesuatu yang berada di luar Dzat.
Mereka juga menetapkan adanya qudrah, iradah,’ ilm, bayah, sama’, basher dan kalam pada
Dzat Allah Swt. Kata mereka, semua itu merupakan sesuatu di luar
Dzat-Nya. Mu’tazilah mengatakan bahwa tidak ada sesuatu di luar
Dzat-Nya. Adapun yang disebutkan dalam Al-Qur’an, seperti:’Alim(Maha mengetahui), Khabir(Maha mengenal), Hakim(Maha bijaksana), Bashir(Maha melihat), merupakan nama-nama bagi Dzat Allah Swt.[18]
Kemudian al-Maturidi menetapkan sifat-sifat itu bagi Allah Swt., tetapi
ia mengatakan bahwa sifat-sifat itu bukanlah sesuatu di luar Dzat-Nya,
bukan pula sifat-sifat yang berdiri pada Dzat-Nya dan tidak pula
terpisah dari Dzat-Nya.[19]
Al-Maturidi juga menerima segala sesuatu yang disifatkan Allah Swt.
kepada diri-Nya sendiri, baik berupa sifat maupun keadaan. Sekalipun
demikian, ia menetapkan bahwa Allah Maha Suci dari antropomorfisme
(menyerupai bentuk manusia) dan dari mengambil ruang dan waktu.
Terhadap ayat-ayat yang mengandung makna sifat-sifat, seperti pernyataan
bahwa Allah Swt. mempunyai wajah, tangan, mata dan lainnya, maka
al-Maturidi berdiri pada posisi penta’wil dan berjalan di atas
prinsipnya, yaitu membawa ayat-ayat yang mutasyabih kepada yang muhkam.[20] Misalnya, ia menginterpretasikan firman Allah Swt.:
§NèO 3uqtGó$# n?tã ĸóyêø9$# . . . .
Artinya: “Lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy….”(QS. Al-A’raf, 7:54)[21]
Ia menafsirkan dengan makna alternatif, yaitu bahwa Allah Swt. menuju
‘Arsy dan menciptakannya dalam keadaan rata, lurus dan teratur.[22]
Menurut pendapat kami al-Maturidi dalam memahami sifat-siafat Allah
Swt. hampir sependapat dengan aliran Mu’tazilah, yang mengatakan bahwa
antara Dzat dan sifat-sifat Allah itu tidak terpisah. Sehingga dalam hal
ini, jelas al-Maturidi lebih dekat dengan aliran Mu’tazilah.
- Melihat Allah Swt.
Ada beberapa nash Al-Qur’an yang menegaskan bahwa Allah Swt. dapat dilihat, seperti firtman Allah:
×nqã_ãr 7Í´tBöqt îouÅÑ$¯R ÇËËÈ 4n<Î) $pkÍh5u ×otÏß$tR ÇËÌÈ
Artinya: “ Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu
berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.” (QS. Al-Qiyamah, 75:
22-23)[23]
Berdasarkan firman tersebut, al-Maturidi menetapkan bahwa Allah dapat
dilihat pada hari kiamat. Ini dikarenakan pada hari kiamat itu
merupakan salah satu keadaan khusus.[24]
Maka dari itu para penulis juga setuju dengan pendapat al-Maturidi di
atas, apalagi diperkuat dengan firman Allah Swt. Surah Al-Qiyamah:
22-23, karena menurut pendapat kami pada hari kiamat manusia akan
berjumpa atau melihat Allah Swt. (bagi orang-orang yang beriman). Namun
dalam hal sifat dan bagaimana bentuk Allah Swt., hanya Dialah yang
mengetahui, sebagaimana kita tidak mengetahui kapan terjadinya hari
kiamat.
- Pelaku dosa besar
Al-Maturidi mengatakan bahwa orang mu’min yang berdosa adalah
menyerahkan persoalan mereka kepada Allah Swt. Jika Allah Swt.
menghendaki maka Dia mengampuni mereka sebagai karunia, kebaikkan dan
rahmat-Nya. Sebaliknya, jika Allah Swt. menghendaki, maka Dia menyiksa
mereka sesuai dengan kadar dosa mereka. Dengan demikian, orang mu’min
berada di antara harapan dan kecemasan. Allah boleh saja menghukum dosa
kecil dan mengampuni dosa besar,[25] sebagaimana Dia telah berfirman:
¨bÎ) ©!$# w ãÏÿøót br& x8uô³ç ¾ÏmÎ/ ãÏÿøótur $tB tbrß
y7Ï9ºs `yJÏ9 âä!$t±o 4 `tBur õ8Îô³ç «!$$Î/ Ïs)sù #utIøù$# $¸JøOÎ)
$¸JÏàtã ÇÍÑÈ
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan
Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa
yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka
sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An-Nisa’, 4: 48)[26]
Setelah Maturidiyah terpecah menjadi dua bagian, yakni aliran
Samarkand dan Bukhara, ajaran aliran maturidiyah mengalami perbedaan dan
ada juga yang sama di antara ke dua aliran ini, yakni sebagai-berikut:
- Mengenai pelaku dosa besar
Aliran Maturidiyah, baik Samarkand maupun Bukhara, sepakat menyatakan
bahwa pelaku dosa besar masih tetap sebagai mukmin karena adanya
keimana dalam dirinya. Adapun balasan yang diperolehnya kelak diakherat
bergantung apa yang dilakukannya di dunia. Jika ia meninggal tanpa
taubat terlebih dahulu, keputusannya diserahkan sepenuhnya kepada
kehendak Allah SWT. Jika menghendaki pelaku dosa besar itu diampuni, ia
akan memasukkannya keneraka, tetapi tidak kekal didalamnya.[27]
Hal ini karena Tuhan telah menjanjikan akan memberikan balasan kepada
manusia sesuai dengan perbuatannya. Kekal di dalam neraka adalah
balasan untuk orang musyrik.[28] Ini sesuai dengan firman Allah Swt. dalam Al-Qur’an Surrah An-Nissa’:48.
- Mengenai iman dan kufur
Dalam masalah iman, aliran Maturidiyah Samarkand berpendapat bahwa iman adalah tashdiq bi al-qalb, bukan semata-mata iqrar bi al-lisan.[29] Ia berargumentasi dengan ayat Al-Qur’an surat Al-hujurat 14:
* ÏMs9$s% Ü>#{ôãF{$# $¨YtB#uä ( @è% öN©9 (#qãZÏB÷sè? `Å3»s9ur
(#þqä9qè% $oYôJn=ór& $£Js9ur È@äzôt ß`»yJM}$# Îû öNä3Î/qè=è% (
bÎ)ur (#qãèÏÜè? ©!$# ¼ã&s!qßuur w Nä3÷GÎ=t ô`ÏiB
öNä3Î=»yJôãr& $º«øx© 4 ¨bÎ) ©!$# Öqàÿxî îLìÏm§ ÇÊÍÈ
Artinya: “orang-orang Arab Badui itu berkata: “Kami telah beriman”.
Katakanlah: “Kamu belum beriman, tapi Katakanlah ‘kami telah tunduk’,
karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada
Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala
amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.
Al-Hujurat, 49: 14)[30]
Ayat tersebut di pahami Al-Maturidi sebagai suatu penegasan bahwa
keimanan itu tidak cukup hanya perkataan semata, tanpa diimani pula oleh
kalbu. Apa yang di ucapkan oleh lidah dalam bentuk pernyataan iman,
menjadi batal bila hati tidak mengakui ucapan lidah.[31]
Maturidiyah Bukhara mengembangkan pendapat yang berbeda. Al-Bazdawi
menyatakan bahwa iman tidak dapat berkurang, tidak bisa bertambah dengan
adanya ibadah-ibadah yang dilakukan. Al-Bazdawi menegaskan hal tersebut
dengan membuat analogi bahwa ibadah-ibadah yang dilakukan berfungsi
sebagai bayangan dari iman. Jika bayangan itu hilang, esnsi yang
digambarkan oleh bayangan itu tidak akan berkurang. Sebaliknya, dengan
kehadiran baying-bayang (ibadah) itu, iman justru menjadi bertambah.[32]
- Mengenai perbuatan Tuhan dan perbuatan manusia
- Mengenai perbuatan Tuhan
Mengenai perbuatan Allah SWT. ini, terdapat perbedaan pandangan antara Maturidiyah Samarkad dan Maturidiyah Bukhara. Aliran Maturidiyah Samarkad, yang
juga memberikan batas pada kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan,
pendapat bahwa perbuatan Tuhan hanya menyangkut hal-hal yang baik saja.
Demikian juga pengiriman rasul dipandang Maturidiyah Samarkand sebagai
kewajiban Tuhan.[33]
Maturidiyah Bukhara memiliki pandangan yang sama dengan Asy’ariyah
mengenai faham bahwa Tuhan tidak mempunyai kewajiban. Namun, sebagaimana
yang dijelaskan oleh Bazdawi, Tuhan pasti menempati janji-Nya, seperti
memberi upah kepada orang yang berbuat baik, walaupun Tuhan mungkin saja
membatalkan ancaman bagi orang yang berdosa besar. Adapun pandangan
Maturidiyah Bukhara tentang pengiriman rasul, sesuai dengan faham mereka
tentang kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, tidaklah bersifat wajib
dan hanya bersifat mungkin saja.[34]
- Mengenai perbuatan Manusia
Ada perbedaan antara Maturidiyah Samarkand dan Maturidiyah Bukharah
mengenai perbuatan manusia. Kehendak dan daya berbuat pada diri manusia,
menurut Maturidiyah Samarkand, adalah kehendak dan daya manusia dalam
arti kata sebenarnya dan bukan dalam arti kiasan, maksudnya daya untuk
berbuat tidak diciptakan sebelumnya, tetapi bersama-sama dengan
perbuatannya. Sedangkan Maturidiyah Bukharah memberikan tambahan dalam
masalah daya. Manusia tidak mempunyai daya untuk melakukan perbuatan,
hanya Tuhanlah yang dapat mencipta, dan manusia hanya dapat melakukan
perbuatan yang telah diciptakan Tuhan bagi-Nya.[35]
- Mengenai sifat-sifat Tuhan
Maturidiyah Bukhara berpendapat Tuhan tidaklah mempunyai sifat-sifat
jasmani. Ayat-ayat Al-Qur’an yang menggambarkan Tuhan mempunyai
sifat-sifat jasmani haruslah diberi ta’wil.[36]
Sedangkan golongan Samarkand mengatakan bahwa sifat bukanlah Tuhan,
tetapi tidak lain dari Tuhan. Dalam menghadapi ayat-ayat yang memberi
gambaran Tuhan bersifat dengan menghadapi jasmani ini. Al-Maturidi
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan tangan, muka, mata, dan kaki
adalah kekuasaan Tuhan.[37]
- Mengenai kehendak mutlak Tuhan dan keadilan Tuhan
Kehendak mutlak Tuhan, menurut Maturidiyah Samarkand, dibatasi oleh
keadilan Tuhan. Tuhan adil mengandung arti bahwa segala perbuatannya
adalah baik dan tidak mampu untuk berbuat buruk serta tidak mengabaikan
kewajiban-kewajiban-Nya terhadap manusia. Adapun Maturidiyah Bukhara
berpendapat bahwa Tuhan memiliki kekuasaan mutlak. Tuhan berbuat apa
saja yang dikehendaki-Nya dan menentukan segala-galanya. Tidak ada yang
menentang atau memaksa Tuhan dan tidak ada larangan bagi Tuhan.[38]
- 4. Sekte-sekte atau Aliran-Aliran Maturidiyah
Berdasarkan beberapa referensi yang kami peroleh, aliran Maturidiyah dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu:
- Golongan Samarkand
Yang menjadi golongan ini adalah pengikut-pengikut Al-Maturidi
sendiri. Golongan ini cenderung ke arah faham Asy’ariyah, sebagaimana
pendapatnya tentang sifat-sifat Tuhan. Dalam hal perbuatan manusia,
maturidi sependapat dengan Mu’tazilah, bahwa manusialah yang sebenarnya
mewujudkan perbuatannya. Al-Maturidi berpendapat bahwa Tuhan memiliki
kewajiban-kewajiban tertentu.[39]
- Golongan Bukhara
Golongan ini dipimpin oleh Abu Al-Yusr Muhammad Al-Bazdawi. Dia
merupakan pengikut Maturidi yang penting dan penerus yang baik dalam
pemikirannya. Nenek Al-Bazdawi menjadi salah satu murid Maturidi. Jadi
yang dimaksud dengan golongan Bukhara adalah pengikut-pengikut
Al-Bazdawi dalam aliran Al-Maturidiyah. Walaupun sebagai pengikut aliran
Al-Maturidiyah, AL-Bazdawi selalu sefaham dengan Maturidi. Ajaran
teologinya banyak dianut oleh umat islam yang bermazhab Hanafi. Dan
hingga saat ini pemikiran-pemikiran Al-Maturidiyah masih hidup dan
berkembang di kalangan umat Islam.[40]
[1] A. Hanafi, Pengantar Teologi Islam (Jakarta: Pustaka Al Husna Baru Jakarta, 2003), h. 167
[2] Abd. Rahman Dahlan dan Ahmad Qarib, Aliran Politik dan ‘Aqidah dalam Islam (Jakarta: Logos Publishing House, 1996), h. 207
[3] http://www.alsofwah.or.id/cetakfirqah.php?id=41&idjudul=39 (09/06/2010)
[4] http://ummatanwasatan.net/?p=5362 (10/06/2010)
[5] A. Hanafi, Op. Cit., h. 210
[6]Ibid., h. 211
[7] Ibid., h. 212
[8] Harun Nasution, Teoli Islam, Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan (Jakarta: UI-Press, 1986), h. 76
[9] A. Hanafi, Op. Cit., h. 210
[10] Abd. Rahman Dahlan, Op. Cit., h. 212
[11] Yudian Wahyu Assmin, Aliran dan Teori Filsafat Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), cet. 3, h. 80-81
[12] Ibid., h. 81
[13] http://ummatanwasatan.net/?p=5362 (10/06/2010)
[14] Harun Nasution, Op. Cit., h. 77
[15] Ibid., h. 78
[16] Abd. Rahman Dahlan, Op. Cit., h. 212-213
[17] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta: CV Penerbit J-ART, 2005), h. 499
[18] Abd. Rahman Dahlan, Op. Cit., h. 218
[19] Ibid.,
[20] Ibid., h. 219
[21] Departemen Agama Republik Indonesia, Op. Cit., h. 157
[22] Abd. Rahman Dahlan, Op. Cit., h. 219
[23] Departemen Agama Republik Indonesia, Op. Cit., h. 578
[24] Abd. Rahman Dahlan, Op. Cit., h. 220
[25] Ibid., h. 222
[26] Departemen Agama Republik Indonesia, Op. Cit., h. 86
[27] Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam (Bandung: Pustaka Setia, 2000), h. 138
[28] http://fajardawn.blogspot.com/2009/05/sekte-sekte-islam.html (09/06/2010)
[29] Abdul Rozak, Op. Cit., h. 149
[30] Departemen Agama Republik Indonesia, Op. Cit., h. 517
[31] Abdul Rozak, Op. Cit., h. 149
[32] Ibid., h. 151
[33] Ibdi., h. 157
[34] Ibid., h. 157-158
[35] Ibid., h. 166
[36] Ibid., h. 177-178
[37] Ibid., h. 178
[38] Ibid., h. 187
[39] http://fajardawn.blogspot.com/2009/05/al-maturidiyah.html (09/06/2010)
[40] http://fajardawn.blogspot.com/2009/05/al-maturidiyah.html (09/06/2010)
COMMENTS