Ilustrasi Palu Hakim Lambang Hukum. (Foto. Repro) Pembangunan Hukum dan Hukum Adat Makalah Disusun guna memenuhi tugas Mata ...
Makalah
Disusun guna memenuhi
tugas
Mata Kuliah: Hukum Adat
Dosen pengampu: A.
Turmudzi
Disusun oleh:
Anisa Rahmatul Ulfah
Laeli Fajriyah
Lilis Zulianti
FAKULTAS
SYARIAH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
I.
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa, sebelum Belanda masuk
ke Indonesia di abad ke-17, negeri ini sudah mengenal tatanan sosial dan
kehidupan yang telah berkembang, Belanda tidak menemukan suatu komunitas yang
primitif, melainkan berbagai kerajaan dan karya-karya budaya fisik maupun non
fisik yang terkadang berkualitas dunia, seperti candi Borobudur.[1]
Tatanan-tatanan hukum telah ada di Indonesia jauh sebelum bertemu dengan hukum
modern. Masyarakat Indonesia telah hidup dengannya selama beratus-ratus tahun.
Dikaitkan dengan pembangunan, bahwa
pembangunan merupakan suatu proses yang direlevankan dengan pandangan-pandangan
ataupun cita-cita yang optimistis sifatnya dan bisa dibandingkan dengan masa
sebelumnya. Pandangan-pandangan atau cita-cita tersebut pada umumnya hendak
diwujudkan dalam usaha-usaha untuk mencapai taraf kehidupan material dan
spiritual yang lebih baik daripada keadaan yang telah dicapai. Beberapa sebab
timbulnya pembangunan antara lain warga masyarakat dan para pemimpin negara
yang telah bebas dari Perang Dunia II berkeinginan kuat untuk hidup sederajat
dengan masyarakat dari negara yang dikategorikan sebagai negara yang telah
modern dan kompleks.
Akan tetapi, usaha untuk merealkan
pembangunan tidak semudah dengan apa yang dibayangkan yakni cukup dengan
pembangunan secara materil-ekonomis. Ternyata bahwa pembangunan secara
materil-ekonomis saja, tidaklah cukup apabila yang diinginkan dan
dicita-citakan adalah suatu taraf kehidupan yang lebih baik.
Untuk mencapai tujuan pembangunan, yaitu
peningkatan suatu taraf kehidupan secara general, maka dapatlah ditempuh dengan
berbagai jalan, baik secara terpisah maupun secara simultan. Salah satu cara
adalah cara stuktural, yang mencakup perencanaan, pembentukan, dan evaluasi
terhadap lembaga-lembaga sosial yang ada.
Dari sedikit pemaparan diatas dapatlah
ditarik point simpulan dasar, bahwa pembangunan di Indonesia mencakup baik
aspek materil maupun spiritual daripada masyarakat. Artinya, pembangunan
mencakup baik bidang karya, cipta maupun rasa. Dengan demikian, maka pembangunan
juga mencakup dan berkaitan erat dengan hukum, yang merupakan salah satu sarana
yang menjadi social engineering untuk
menjaga keserasian dan keutuhan masyarakat.[2]
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
segelintir pengantar tersebut, pembahasan selanjutnya akan dikerucutkan pada
bagaimana pembangunan hukum dan hukum adat?
II.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Hukum Adat
Hukum Adat adalah hukum yang berlaku dan berkembang
dalam lingkungan masyarakat di suatu daerah. Ada beberapa pengertian mengenai
Hukum Adat. Menurut:
1.
M.M. Djojodiguno Hukum Adat adalah
suatu karya masyarakat tertentu yang bertujuan tata yang adil dalam tingkah
laku dan perbuatan di dalam masyarakat demi kesejahteraan masyarakat sendiri.
2.
R. Soepomo, Hukum Adat adalah hukum
yang tidak tertulis yang meliputi peraturan hidup yang tidak ditetapkan oleh
pihak yang berwajib, tetapi ditaati masyarakat berdasar keyakinan bahwa
peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum.[3]
3.
Van Vollenhoven Hukum Adat adalah
keseluruhan aturan tingkah laku positif dimana di satu pihak mempunyai sanksi
sedangkan di pihak lain tidak dikodifikasi.
4.
Surojo Wignyodipuro memberikan
definisi Hukum Adat pada umumnya belum atau tidak tertulis yaitu kompleks
norma-norma yang bersumber pada perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang
meliputi peraturan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari, senantiasa
ditaati dan dihormati karena mempunyai akibat hukum atau sanksi.
5.
Soejono Soekanto,
hukum adat hakikatnya merupakan hukum kebiasaan, namun kebiasaan yang mempunyai
akhibat hukum (das sein das sollen).[4]
Dari lima
definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Hukum Adat merupakan sebuah aturan
yang tidak tertulis dan tidak dikodifikasikan, namun tetap ditaati dalam
masyarakat karena mempunyai suatu sanksi tertentu bila tidak ditaati. Dari
pengertian Hukum Adat yang diungkapkan diatas, bentuk Hukum Adat sebagian besar
adalah tidak tertulis. Padahal, dalam sebuah negara hukum, berlaku sebuah asas
yaitu asas legalitas. Asas legalitas menyatakan bahwa tidak ada hukum selain
yang dituliskan di dalam hukum. Hal ini untuk menjamin kepastian hukum. Namun
di suatu sisi bila hakim tidak dapat menemukan hukumnya dalam hukum tertulis,
seorang hakim harus dapat menemukan hukumnya dalam aturan yang hidup dalam
masyarakat. Diakui atau tidak, namun Hukum Adat juga mempunyai peran dalam
Sistem Hukum Nasional di Indonesia.
B. Pembangunan
Hukum
Pembangunan
sebagai suatu proses perubahan yang direncanakan, meliputi berbagai segi
kehidupan. Salah satu dari segi pembangunan adalah pembangunan hukum, yang pada
hakikatnya berkaitan pula dengan segi-segi kehidupan lainnya. Kaitan dari segi
hukum dengan segi-segi kehidupan lainnya yang sama-sama merupakan gejala
sosial.
Dengan
menelaah gambaran tersebut dimuka, kiranya sudah jelas betapa eratnya hubungan
antara pembangunan hukum dengan pembanguna di bidang-bidang kehidupan lainnya.
Hal itu seyogianya dapat dimengerti, mengingat bahwa tujuan hukum adalah
kedamaian yang berarti keserasian antara ketertiban dengan ketenteraman.
Setiap
pembangunan yang dilakukan dalam
masyarakat, mempunyai dasar-dasar tertentu, yang paling sedikit mencakup: a.
Agama, b. Filsafat, c. Ideologi, d. Ilmu Pengetahuan, e. Teknologi.
C. Hukum Adat
Dalam Pembangunan
Sebagaimana
halnya dengan negara-negara atau masyarakat-masyarakat yang sedang berkembang
lainnya, maka Indonesia juga sedang mengalami suatu masa transisi. Dalam hal
ini, maka masa transisi tersebut meliputi aneka macam bidang kehidupan,
misalnya bidang hukum. Salah satu aspek dari bidang hukum tersebut adalah,
suatu masa transisi dari sistem hukum tidak tertulis menuju sistem hukum yang
tertulis. Walaupun demikian, dengan adanya hukum tertulis yang mengatur bagian
terbesar dari kehidupan masyarakat, hukum tertulis pasti akan tetap berfungsi.
Hukum tidak
tertulis atau hukum adat didasarkan pada proses interaksi pada masyarakat,dan
kemudian berfungsi sebagai pola,untuk mngorganisasikan serta memperlancar
proses interaksi tersebut,sehingga sering kali hukum adat dinamakan a system
of stabilized intrtactional ecpectancies (Lon.L.Fuller 1969:10). Dengan
demikian seringkali timbul dugaan,bahwa hukum adat identik dengan hukum
perikatan atau hukum perjanjian.
Apabila
pembicaraan dikembalikan sejenak pada hukum adat sebagai suatu sistem
harapan-harapan didalam proses interaksi,maka timbul pertanyaan sampai
batas-batas manakah sistem harapan-harapan tersebut dapat dinamakan hukum adat.
Dengan demikian
dapat dikatakan,bahwa manfaat hukum adat bagi pembangunan atau pembangunan
hukum khususnya,adalah:
1.
Ada
kecenderungan didalam bukum adat untuk merumuskan keteratutan prilaku mengenai
peranan dan fungsi.
2.
Di
dalam hukum adat biasanya perilaku-perilaku dengan segala akibat-akibatnya
dirimuskan secara menyeluruh,terutama untuk perilaku menyimpang dengan
sangsinya yang negatif.
3.
Biasanya
didalam hukum adat dirumuskan perihal pola penyelesaian sengketa yang mungkin
terjadi,yang kadang-kadang bersifat simbolis,dengan mengadakan atau
menyelenggarakan upacara-upacara tertentu.[5]
D. Kedudukan Hukum Adat dalam Perundang-undangan
Perundang-undangan sesuai dengan UU No. 10 Tahun
2004, maka tata urutan peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
1. Undang-undang Dasar
1945;
2. Undang-undang/ Perpu
3. Peraturan Pemerintah;
4. Peraturan Presiden
5. Peraturan Daerah;
Hal ini tidak memberikan tempat secara formil hukum
adat sebagai sumber hukum perundang-undangan, kecuali hukum adat dalam wujud
sebagai hukum adat yang secara formal diakui dalam perundang-undangan, kebiasaan,
putusan hakim atau atau pendapat para sarjana.
E.
Pengakuan Adat oleh Hukum
Formal
Mengenai persoalan penegak hukum adat Indonesia, ini
memang sangat prinsipil karena adat
merupakan salah satu cermin bagi bangsa, adat merupkan identitas bagi bangsa,
dan identitas bagi tiap daerah. Dalam kasus sala satu adat suku Nuaulu yang
terletak di daerah Maluku Tengah, ini
butuh kajian adat yang sangat mendetail lagi, persoalan kemudian adalah pada
saat ritual adat suku tersebut, dimana proses adat itu membutuhkan kepala manusia sebagai alat atau prangkat
proses ritual adat suku Nuaulu tersebut. Dalam penjatuhan pidana oleh sala satu
Hakim pada Perngadilan Negeri Masohi di
Maluku Tengah, ini pada penjatuhan hukuman mati, sementara dalam Undang-undang
Kekuasaan Kehakiman Nomor 4 tahun 2004. dalam Pasal 28 hakim harus melihat atau
mempelajari kebiasaan atau adat setempat dalam menjatuhan putusan pidana
terhadap kasus yang berkaitan dengan adat setempat.[6]
Dalam kerangka pelaksanaan Hukum Tanah Nasional dan
dikarenakan tuntutan masyarakat adat maka pada tanggal 24 Juni 1999, telah
diterbitkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
No.5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat
Hukum Adat.
Peraturan ini dimaksudkan untuk menyediakan pedoman
dalam pengaturan dan pengambilan kebijaksanaan operasional bidang pertanahan
serta langkah-langkah penyelesaian masalah yang menyangkut tanah ulayat. Peraturan
ini memuat kebijaksanaan yang memperjelas prinsip pengakuan terhadap “hak
ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adat” sebagaimana
dimaksudkan dalam Pasal 3 UUPA. Kebijaksanaan tersebut meliputi:
1.
Penyamaan persepsi mengenai “hak
ulayat” (Pasal 1)
2.
Kriteria dan penentuan masih adanya
hak ulayat dan hak-hak yang serupa dari masyarakat hukum adat (Pasal 2 dan 5).
3.
Kewenangan masyarakat hukum adat
terhadap tanah ulayatnya (Pasal 3 dan 4)
Indonesia merupakan negara yang menganut pluralitas di
bidang hukum, dimana diakui keberadaan hukum barat, hukum agama dan hukum adat.
Dalam prakteknya (deskritif) sebagian masyarakat masih menggunakan hukum adat
untuk mengelola ketertiban di lingkungannya. Di tinjau
secara preskripsi (dimana hukum adat dijadikan landasan dalam menetapkan
keputusan atau peraturan perundangan), secara resmi, diakui keberadaaanya namun
dibatasi dalam peranannya. Beberapa contoh terkait adalah UU dibidang agraria
No.5 / 1960 yang mengakui keberadaan hukum adat dalam kepemilikan tanah.[7]
F.
Hukum Adat
sebagai pelestarian nilai-nilai adat istiadat.
Kesimpukan-kesimpulan seminar Hukum Adat dan Pembinaan
Hukum Nasional di Yogyakarta tahun 1975 di atas telah dijelaskan secara rinci
dimanakah sebenarnya kedudukan hukum adat dalam tata hukum nasional di
Indonesia. Dalam seminar tersebut dijelaskan mengenai pengertian hukum adat,
kedudukan dan peran hukum adat dalam sistem hukum nasional, kedudukan hukum
adat dalam perundang-undangan, hukum adat dalam putusan hakim, dan mengenai
pengajaran dan penelitian hukum adat di Indonesia. Hasil seminar diatas
diharapkan dapat menjadi acuan dalam pengembangan hukum adat selanjutnya
mengingat kedudukan hukum adat dalam tata hukum nasional di Indonesia sangat
penting dan mempunyai peranan baik dalam sistem hukum nasional di Indonesia,
dalam perundang-undangan, maupun dalam putusan hakim.
Hukum adat adalah aturan tidak tertulis yang hidup di
dalam masyarakat adat suatu daerah dan akan tetap hidup selama masyarakatnya
masih memenuhi hukum adat yang telah diwariskan kepada mereka dari para nenek
moyang sebelum mereka. Oleh karena itu, keberadaan hukum adat dan kedudukannya
dalam tata hukum nasional tidak dapat dipungkiri walaupun hukum adat tidak
tertulis dan berdasarkan asas legalitas adalah hukum yang tidak sah. Hukum adat
akan selalu ada dan hidup di dalam masyarakat
Hukum Adat adalah hukum yang benar-benar hidup dalam
kesadaran hati
nurani warga masyarakat yang tercermin dalam pola-pola tindakan mereka sesuai
dengan adat-istiadatnya dan pola sosial budayanya yang tidak bertentangan dengan
kepentingan nasional. Era sekarang memang dapat disebut sebagai era kebangkitan masyarakat adat yang ditandai dengan lahirnya berbagai kebijaksanaan maupun keputusan
Pengadilan. Namun yang tak kalah penting adalah perlu pengkajian dan
pengembangan lebih jauh dengan implikasinya dalam penyusunan hukum nasional
dan upaya penegakan hukum yang berlaku di Indonesia.
nurani warga masyarakat yang tercermin dalam pola-pola tindakan mereka sesuai
dengan adat-istiadatnya dan pola sosial budayanya yang tidak bertentangan dengan
kepentingan nasional. Era sekarang memang dapat disebut sebagai era kebangkitan masyarakat adat yang ditandai dengan lahirnya berbagai kebijaksanaan maupun keputusan
Pengadilan. Namun yang tak kalah penting adalah perlu pengkajian dan
pengembangan lebih jauh dengan implikasinya dalam penyusunan hukum nasional
dan upaya penegakan hukum yang berlaku di Indonesia.
G. Hukum Adat dalam
Pembangunan Hukum Nasional.
Dalam pembangunan hukum nasional Indonesia, ciri-ciri
hukum modern harusnya dipenuhi. Kalau dipenuhi, bagaimana kedudukan hukum adat?
Dalam hal ini hukum adat tidak dapat diabaikan begitu saja dalam pembentukan
hukum nasional.Dalam seminar Hukum Adat dan Pembinaan Hukum Nasional,
dirumuskan bahwa Hukum Adat merupakan salah satu sumber yang penting untuk
memperoleh bahan–bahan Pembangunan Hukum Nasional yang menuju kepada unifikasi
hukum yang dan yang terutama akan dilakukan melalui pembuatan peraturan
perundangan, dengan tidak mengabaikan timbul/tumbuhnya dan berkembangnya hukum
kebiasaan dan pengadilan dalam Pembinaan Hukum. Dengan Demikian Hukum Adat
ditempatkan pada posisi penting dalam proses pembangunan hukum nasional.
Memperkembangkan unsur-unsur asli, unsur-unsur asing
mungkin saja berguna bagi pembentukan hukum nasional, sehingga pada hakekatnya
masalahnya adalah bagaimana peranan hukum adat (yang merupakan konk sistem
nilai dan budaya ) dalam pembentukan hukum nasional yang fungsional (yang
kemudian dinamakan “Hukum Indonesia Modern “) (Soerjono Soekanto, Tahun 1976).
Untuk mengetahui peranan hukum adat dalam
pembentukan/pembangunan hukum nasional, maka harus diketahui nilai-nilai sosial
dan budaya yang menjadi latar belakang hukum adat tersebut, serta perannya
masing masing yaitu: (Soerjono Soekanto,1976).
1.
Nilai –nilai yang menunjang
pembangunan(hukum), nilai –nilai mana harus dipelihara dan malahan diperkuat.
2.
Nilai-nilai yang menunjang
pembangunan (hukum ), apabila nilai-nilai tadi disesuaikan atau diharmonisir
dengan proses pembangunan.
3.
Nilai-nilai yang menghambat
pembangunan(hukum), akan tetapi secara berangsur –angsur akan berubah apabila
karena faktor –faktor lain dalam pembangunan.
4.
Nilai-nilai yang secara definitif
menghambat pembangunan (hukum)dan oleh karena itu harus dihapuskan dengan
sengaja.
Dengan demikian berfungsinya Hukum Adat dalam proses
pembangunan /pembentukan hukum nasional adalah sangat tergantung pada tafsiran
terhadap nilai-nilai yang menjadi latar belakang hukum adat itu sendiri. Dengan
cara ini dapat dihindari akibat negatif, yang mengatakan bahwa hukum adat
mempunyai peranan terpenting atau karena sifatnya yang tradisional,maka Hukum
Adat harus ditinggalkan.
Dalam kepustakaan memang dikemukakan adanya tiga
golongan pendapat yang menyoroti kedudukan hukum adat pada mas sekarang,
yaitu:
1.
Golongan yang menentang Hukum Adat,
yang memandang Hukum Adat, sebagia hukum yang sudah ketinggalan jaman yang
harus segera ditinggalkan dan digantin dengan peraturan – peraturan hukum yang
lebih modern.Aliran ini berpendapat bahwa hukum adat tak dapat memenuhi
kebutuhan hukum di masa kini, lebih – lebih untuk masa mendatang sesuai dengan
perkembangan modern.
2.
Golongan yang mendukung sepenuhnya
terhadap hukum adat. Golongan ini mengemukakan pendapat yang sangat
mengagung-agungkan Hukum Adat, karena hukum adat yang paling cocok dengan
kehidupan bangsa Indonesia sehingga oleh karenanya harus tetap dipertahankan
terus sebagai dasar bagi pembentukan Hukum Nasional.
3.
Golongan Moderat yang mengambil
jalan tengah kedua pendapat golongan diatas. Golongan ini mengatakan bahwa
hanya sebagian saja dari pada hukum adat yang dapat dipergunakan dalam
lingkungan Tata Hukum Nasional, sedangkan untuk selebihnya akan diambil dari
unsur-unsur hukum lainnya. Unsur-unsur hukum adat yamg masih mungkin
dipertahankan terus adalah berkenaan dengan masalah hukum kekeluargaan dan
hukum warisan, sedangkan untuk lapangan hukum lainnya dapat diambil dari
unsur-unsur bahan –bahan hukum yang berasal dari luar, misal hukum barat.
Dari pendapat dari ketiga golongan tersebut, kami
menyetujui pendapat golongan yang ketiga (golongan moderat), sebab memang dalam
kenyataannya banyak ketentuan hukum adat yang tidak sesuai dengan tuntutan
jaman modern., akan tetepi yang perlu diperhatikan disini ialah bahwa asas-
asas Hukum Adat bersifat universal harus tetap mendasari Pembinaan Hukum
Nasionaldalam rangka menuju kepada tata hukum nasional yang baru, walaupun
asaa-asas dan kaidah-kaidah baru akan lebih mendominasi hukum nasional, seperti
apa yang dikatakan oleh Soetandjo Wignjosoebroto:” Hukum Nasional tak hanya
hendak merefleksi pilihan atas kaidah- kaidah hukum suku/lokal atau hukum
tradisional untuk menegakkan tertib sosial masa kini, akan tetapi juga
hendak mengembangkan kaidah-kaidah baru yang dipandang fungsional untuk mengubah
dan membangun masyarakat baru guna kepentingan masa depan. Maka kalau demikian
halnya, asas –asas dan kaidah-kaidah hukum baru akan banyak mendominasi hukum
nasional “.
Kemudian dalam meninjau sumbangan Hukum Adat dalam
pembentukan hukum nasional, perlu disimak pula pandangan Paul Bohannan,
yang menyatakan bahwa hukum itu timbul dari pelembagaan ganda, yaitu diberikannya
suatu kekuatan khusus, sebuah senjata bagi berfungsinya pranata-pranata “adat
istiadat”: perkawinan, keluarga, agama. Namun,ia juga mengatakan bahwa hukum
itu tumbuh sedemikian rupa dengan ciri dan dinamikanya sendiri. Hukum membentuk
masyarakat yang memiliki struktur dan dimensi hukum; hukum tidak menjadi
sekedar pencerminan, tetapi berinteraksi dengan pranata-pranata tertentu.
Selanjutnya ia berpendapat bahwa hukum secara istimewa berada diluar fase masyarakat,
dan proses inilah yang sekaligus merupakan gejala sebab dari perubahan sosial
(Periksa. Mulyana W. Kusumah dan Paul S. Baut, 1988,h.198). Pandangan Bohannan
tersebut berguna untuk menyangkal keunggulan peraturan hukum, untuk memahami
sifat umum dari masyarakat-masyarakat yang tidak stabil atau mengalami kemajuan.
Disamping itu juga merupakan abstraksi untuk merumuskan hakekat abadi hukum itu
dengan pengandaian kebenaran yang belum pasti. Hukum tidak memiliki hakekat
seperti itu tetapi mempunyai sifat historis yang dapat dirumuskan.
III.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hukum adat merupakan nilai-nilai yang hidup dan
berkembang di dalam masyarakat suatu daerah. Walaupun sebagian besar Hukum Adat
tidak tertulis, namun ia mempunyai daya ikat yang kuat dalam masyarakat. Ada
sanksi tersendiri dari masyarakat jika melanggar aturan hukum adat.
Hukum Adat yang hidup dalam masyarakat ini bagi
masyarakat yang masih kental budaya aslinya akan sangat terasa. Penerapan hukum
adat dalam kehidupan sehari-hari juga sering diterapkan oleh masyarakat. Bahkan
seorang hakim, jika ia menghadapi sebuah perkara dan ia tidak dapat
menemukannya dalam hukum tertulis, ia harus dapat menemukan hukumnya dalam
aturan yang hidup dalam masyarakat. Artinya hakim juga ha rus mengerti perihal
Hukum Adat. Hukum Adat dapat dikatakan sebagai hukum perdata-nya masyarakat
Indonesia.
B. Saran
Dengan
bertambahnya ilmu mengenai bab pembangunan hukum dan pembangunan hukum adat,
diharapkan bekal yang ada diterapkan, diexplore, dan digunakan dengan baik
dalam bermasyarakat. Sehingga tercipta ketaatan terhadap kaidah-kaidah yang
ada, terkhusus dalam hal pembangunan hukum dan pembangunan hukum adat ini.
Daftar Pustaka
http://evicute92.blogspot.com/2012/05/v-behaviorurldefaultvmlo.html/17-11-2013/10:51
WIB.
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_adat/17-11-2013/10:48
WIB
Ngani,
Nico, Perkembangan Hukum Adat di Indonesia, Jakarta, Pustaka Yustisia,
2012
Raharjo,
Satjipto Hukum, Masyarakat dan Pembangunan, Bandung, Penerbit Alumni,
1980
Soekanto,
Soerjono, Hukum Adat Indonesia, Jakarta : Rajawali Pers, 2012
Sudiyat,
Imam Asas-Asas Hukum Adat, Yogyakarta,Liberty, 1978
COMMENTS