Ilustrasi Perubahan Sosial. (Foto. Repro) TUGAS MAKALAH “PERUBAHAN SOSIAL” Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sosiologi Hukum...
“PERUBAHAN
SOSIAL”
Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sosiologi Hukum
Dosen Pengampu : Mashudi,Dr,M.Ag,
H
oleh :
Fareh Hariyanto 122211033
Fakultas
Syari’ah & Ekonomi Islam
IAIN
Walisongo Semarang
2013
I.
Pendahuluan
Perubahan
sosial di dalam kehidupan masyarakat adalah merupakan gejala umum yang terjadi
di setiap masyarakat kapan dan di mana saja. Perubahan sosial juga merupakan
gejala sosial yang terjadi sepanjang masa. Karena melekatnya gejala perubahan
sosial di dalam masyarakat itu, sampai sampai ada yang mengatakan bahwa semua
yang ada di masyarakat mengalami perubahan, kecuali satu hal yakni perubahan
itu sendiri.
Konsep
dan pemikiran tentang Ubi societas Ibi ius yang bermakna dimana ada masyarakat
di situ ada hukum, maka perlu digambarkan hubungan antara perubahan sosial dan
hukum dalam kaitannya dengan aturan. Masyarakat ada dan menciptakan hukum,
masyarakat berubah, maka hukumpun berubah. Perubahan hukum melalui dua bentuk,
yakni masyarakat berubah terlebih dahulu, baru hukum datang mengesahkan
perubahan itu (perubahan pasif) dan bentuk lain yaitu hukum sebagai alat untuk
mengubah ke arah yang lebih baik (law as a tool of sosial engineering).
Peranan
hukum di dalam masyarakat khususnya dalam menghadapi perubahan masyarakat perlu
dikaji dalam rangka mendorong terjadinya perubahan sosial. Pengaruh peranan
hukum ini bisa bersifat langsung dan tidak langsung atau signifikan atau tidak.
Hukum memiliki pengaruh yang tidak langsung dalam mendorong munculnya perubahan
sosial pada pembentukan lembaga kemasyarakatan tertentu yang berpengaruh
langsung terhadap masyarakat. Di sisi lain, hukum membentuk atau mengubah
institusi pokok atau lembaga kemasyarakatan yang penting, maka terjadi pengaruh
langsung, yang kemudian sering disebut hukum digunakan sebagai alat untuk
mengubah perilaku masyarakat.
Signifikannya
peranan hukum dalam menciptakan perubahan sosial ini kemudian menyebabkan
muncul strategi-strategi yang memanfaatkan penciptaan hukum untuk menggiring
masyarakat ke arah dan tujuan tertentu. Namun tidak semua peraturan hukum yang
dibuat akan serta merta berhasil untuk menciptakan perubahan sosial. Ada
berbagai hal yang sangat perlu diperhatikan untuk mengefektifkan suatu
legislasi dalam rangka membawa masyarakat ke arah perubahan yang diinginkan
oleh pembentuk hukum.
Konsep
dan pemikiran tentang Ubi societas Ibi ius yang bermakna dimana ada masyarakat
di situ ada hukum, maka perlu digambarkan hubungan antara perubahan sosial dan
hukum dalam kaitannya dengan aturan. Masyarakat ada dan menciptakan hukum,
masyarakat berubah, maka hukumpun berubah. Perubahan hukum melalui dua bentuk,
yakni masyarakat berubah terlebih dahulu, baru hukum datang mengesahkan perubahan
itu (perubahan pasif) dan bentuk lain yaitu hukum sebagai alat untuk mengubah
ke arah yang lebih baik (law as a tool of sosial engineering)
Berdasarkan
latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk membahas tentang perubahan
sosial, lebih mendalam dalam aspek hukum sebagai alat untuk melakukan perubahan
sosial.
II.
Rumusan
Masalah
1.
Pengertian
Perubahan Sosial
2.
Faktor
Perubahan Sosial
3.
Hukum
Sebagai Alat Untuk Melakukan Perubahan Sosial
III.
Pembahasan
1. Pengertian
Perubahan Sosial
Perubahan
diartikan sebagai suatu hal atau keadaan berubah, peralihan dan pertukaran. Dengan
demikian perubahan adalah sebuah proses yang mengakibatkan keadaan sekarang
berbeda dengan keadaan sebelumnya, karena mengalami perubahan atau pertukaran.
William F.Ogburn memberi batasan terhadap makna perubahan social hanya pada
unsure-unsur kebudayaan.[1] Kingsley
Davis berpendapat bahwa perubahan social adalah perubahan dalam struktur
masyarakat. Misalnya dengan timbulnya organisasi buruh dalam masyarakat
kapitalis, terjadi perubahan-perubahan hubungan antara buruh dan majikan,
selanjutnya perubahan-perubahan organisasi ekonomi dan politik.[2]
Perubahan
memiliki aspek yang luas, termasuk didalamnya yang berkaitan dengan nilai,
norma, tingkah laku, organisasi social, lapisan social, kekuasaan, wewenang dan
intraksi social. Menurut Koenjaraningrat perubahan social itu sendiri mencakup
nilai-nilai yang bersifat material maupun budaya tertentu untuk mencapai tujuan
bersama. Dengan demikian masayarakat adalah kelompok social yang mendiami suatu
tempat. Istilah social itu sendiri dipergunakan untuk menyatakan pergaulan
serta hubungan antara manusia dan kehidupannya, hal ini terjadi pada masyarakat
secara teratur, sehingga cara hubungan ini mengalami perubahan dalam perjalanan
masa, sehingga membawa pada perubahan masyarakat.[3]
Perubahan
adalah proses social yang dialami oleh masyarakat serta semua unsur-unsur
budaya dan system social, dimana semua tingkatan kehidupan masyarakat secara
sukarela atau dipengaruhi oleh unsur-unsur eksternal meninggalkan pola-pola
kehidupan, budaya dan system social lama kemudian menyesuaikan diri atau
menggunakan pola-pola kehidupan, budaya, dan system social baru.[4]
Sebagaimana telah diaungkapkan diatas perubahan itu adalah sebagai suatu hal
atau keadaan berubah, peralihan dan pertukaran, maka perubahan itu sendiri
terjadi membutuhkan sebuah proses sehingga akan mengakibatkan terjadinya
perubahan social. Dengan demikian perubahan adalah suatu proses yang
mengakibatkan keadaan sekaran berbeda dengan keadaan sebelunya.
2. Faktor
Perubahan Sosial
Proses
perubahan masyarakat pada dasarnya merupakan perubahan pola prilaku kehidupan
dari seluruh norma-norma social yang baru secara seimbang, berkemajuan dan
berkesinambungan. Polo-pola kehidupan masyarakat lama yang dianggap sudah usang
dan tidak relevan lagi akan diganti dengan pola-pola kehidupan baru yang tidak
sesuai dengan kebutuhan sekarang dan masa mendatang.[5]
Pendapat lain mengatakan bahwa perubahan itu juga terjadi dalam suatu
masyarakat dapat disebabkan oleh terganggunya keseimbangan atau tidak adanya
sinkronisasi, terganggunya keseimbangan ini akan mengakibatkan terjadinya
ketegangan-ketegangan dalam tubuh manusia, disamping itu juga adanya ketidak
puasan suatu masyarakat terhadap kondisi budaya yang ada.
Disisi
lain yang dominant dalam perubahan itu sendiri, tidak boleh dipungkiri karena
adanya penemuan baru (invention), pertumbuhan penduduk yang semakin banyak dan
kebudayaan (culture).[6]
Aspirasi seorang individu atau kelompok dalam melaksanakan perubahan social sangat
dipengaruhi oleh inovasi dan adaptasi dari setiap tekhnologi yang baru muncul,
atau nampak ditengah-tengah masyarakat, baik tekhnologi yang berasal dari dalam
(intern) maupun luar (ekstren) negeri. Fenomena ini menggambarkan bahwa betapa
pentingnya inovasi bagi kemajuan dan perubahan dalam suatu masyarakat, sehingga
pada akhirnya dapat dijadikan sebagai bagian dari peradaban masyarakat.
Berkaitan
dengan hal ini O.P.Darma dan O.P.Bhatnagar mencatat setidaknya ada empat factor
yang merangsang perubahan pada manusia yaitu : Manusia secara terus menerus
berupaya untuk memodifikasi sumber daya alam dalam bentuk pemecahan masalah. Upaya
tersebut dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan, melengkapi dan menyempurnakan
perubahan yang secara berkelanjutan tercipta dalam lingkungan manusia. Proses
kompetitif ini untuk membandingkan kemampuan seseorang dengan orang lain sangat
ditentukan oleh daya dorong mengatasi inovasi.
Dalam
hal disorganisasi yang sangat menyedihkan adalah kebiasaan masyarakat biasanya sangat
sedikit dalam bekerja pada lingkungan yang baru sebagai suatu rangsangan untuk
melakukan perubahan. Berdasarkan ulasan para tokoh tersebut, maka sebuah
perubahan yang bersifat komperhensif membutuhkan rangsangan yang dapat
memotivasi objek sasaran perubahan tersebut. Yang tak kalah pentingnya sejauh
manakah rangsangat itu dapat membawa dampak, baik secara positif maupun
negative, hal ini dimaklumi otomatis rangsangan itu akan cepat diterima apabila
membawa keuntungan bagi penerima perubahan itu sendiri. Banyak hal yang
menyebabkan terjadinya perubahan itu pada masyarakat diantaranya adalah[7] :
ü Kontak
dengan kebudayaan lain. Kontak langsung maupun tidak langsung telah mendorong
terjadinya perubahan sosial dan kebudayaan. Seperti contoh pengaruh.
ü Adanya
masyarakat asing didaerah tertentu dan juga adanya internet yang menyebarkan
pengaruh kebudayaan asing.
ü Sistem
pendidian formal yang maju. Pendidikan merupakan faktor yang sangat menentukan
untuk adanya perubahan yang menuju kearah yang lebih baik. SDM suatu tempat
akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, karena mereka lebih dapat
memanaatkan Alam dengan efektif dan efisien.
ü Sikap
menghargai hasil karya seseorang dan keinginan-keinginan yang maju. Setiap
karya dapat berpotensi untuk memajukan peradaban manusia. Seperti karya atau
penemuan telepon. Pada awalnya telepon tidak dianggap oleh masyarakat sebagai
karya yang hebat mereka lebih meremehkannya. Tapi suatu ketika masyarakat
mengetahui fungsi sesungguhnya maka karya tersebut menjadi sangat dihargai masyarakat.
Suatu perbuatan pasti diawali oleh keinginan. Keinginan untuk maju membuat kita
berkembang kearah yang lebih baik.
ü Sistem
terbuka lapisan masyarakat. Sistem terbuka memungkinkan adanya gerak sosial
vertical yang luas atau berarti memberi kesempatan kepada para individu untuk
maju atas dasar kemampuan sendiri. Dalam keadaan demikian, seseorang mungkin
akan mengadakan identifikasi dengan warga-warga yang mempunyai satus lebih
tinggi. Identifikasi merupakan tingkah laku yang sedemikian rupa sehngga seseorang
merasa berkedudukan sama dengan orang atau golongan lain yang dianggap lebih
tinggi dengan harapan agar diperlakukan sama dengan golongan tersebut.
Identifikasi terjadi dalam hubungan super ordinasi-subordinasi. Pada golongan
yang berkedudukan lebih rendah acap kali
terdapat perasaan tidak puas terhadap kedudukan sosial sendiri. Keadaan
tersebut dalam sosiologi disebut status-anxiety. Status anxiety menyebabkan
seseorang berusaha untuk menaikkan kedudukan sosialnya.
ü Penduduk
yang heterogen. Pada masyarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok sosial yang
mempunyai latar belakang kebudayaan ras ideologi yang berbeda mudah terjadinya
pertentangan-pertentangan yang mengundang kegoncangan-kegoncangan. Keadaan
demikian menjadi pendorong bagi terjadinya perubahan-perubahan dalam
masyarakat.
ü Ketidakpuasan
masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu
ü Orientasi
ke masa depan
ü Nilai
bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki hidupnya
Faktor-Faktor
yang menghalangi terjadinya perubahan
ü Kurangnya
hubungan dengan masyarakat lain. Kehidupan terasing atau jauh dari kehidupan
masyarakat lain menyebabkan sebuah masyarakat tidak mengetahui
perkembangan-perkembangan apa yang terjadi pada masyarakat lain yang mungkin
akan dapat memperkaya kebudayaannya sendiri. Hal itu juga menyebabkan para
warga masyarakat terkungkung pols-pols pemikiranya oleh tradisi.
ü Perkembangan
ilmu pengetahuan yang terlambat. Hal ini mungkin disebabkan hidup masyarakat
tersebut terasing dan tertutup atau karena dijajah oleh masyarakat lain.
ü Sikap
masyarakat yang sangat tradisional suatu sikap yang mengagung-agungkan tradisi
dan masa lampau serta angapan bahwa tradisi secara mutlak tak dapat diubah
menghambat jalannya proses perubahan.
ü Adanya
kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat atau vested interests
dalam setiap organisasi sosial yang mengenal sistem lapisan, pasti akana da
sekelompok orang yang menikmati kedudukan perubahan-perubahan. Misalnya dalam
masyarakat feodal dan juga pada masyarakat yang sedang mengalami transisi.
Dalam hal yang terakhir, ada golongan-golongan dalam masyarakat yang dianggap
sebagi pelopor-pelopor transisi. Karena selalu mengidentifikasikan diri dengan
usaha-usaha dan jasa-jasanya, sukar sekali bagi mereka untuk melepaskan
kedudukannya didalam suatu proses perubahan.
ü Rasa
takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan memang harus diakui
kalau tidak mungkin integrasi semua unsur-unsur kebudayaan yang bersifat
sempurna beberapa perkelompokan unsure-unsur tertentu mempunyai drajat
integrasi tinggi. Maksudnya unsure-unsur luar dikhawatirkan akan menggoyahkan
integrasi dan menyebabkan perubahan-perubahan pada aspek tertentu pada
masyarakat.
3. Hukum
Sebagai Alat Untuk Melakukan Perubahan Sosial
Hukum
dan perubahan sosial bila digambarkan bagai dua sisi mata uang, keduanya saling
mempengaruhi satu sama lain. Perubahan sosial membawa dampak pada peubahan
hukum yang hidup di masyarakat, demikian pula perubahan hukum akan memberi
kontribusi yang cukup signifikan dalam perubahan sosial. Kenyataan bahwa suatu
pembentukan hukum dapat membawa perubahan pada masyarakat membuat para
pembentuk hukum (legislator) harus dapat dengan bijak membentuk hukum agar
hukum yang dibentuk dapat memberikan manfaat bagi masyarakat, bukan sebaliknya
membawa kekacauan.
Hukum
berperan penting dalam mendorong terjadinya perubahan sosial dengan berbagai
cara. Pertama, hukum dapat membentuk institusi sosial yang akan membawa
pengaruh langsung pada tingkat atau karakter perubahan sosial. Kedua, hukum
sering kali menyediakan kerangka institusional bagi lembaga tertentu yang
secara khusus dirancang untuk mempercepat pengaruh perubahan. Dan yang ketiga,
hukum membentuk kewajiban-kewajiban untuk membangun situasi yang dapat
mendorong terjadinya perubahan.
Ada
beberapa kondisi di dalam hukum yang dapat mempengaruhi perilaku (perubahan
sosial) secara efektif. Pertama, sumber dari hukum yang baru dibentuk harus
bersifat otoritatif dan prestisius. Mandat dari para legislator memberikan
legitimasi bagi tindakan yang mereka lakukan untuk mewujudkan perubahan yang
substansial.
Kedua,
alasan dibuatnya hukum baru tersebut harus diungkapkan, khususnya terkait
dengan kompatibilitas dan kontinuitasnya dengan prinsip-prinsip hukum dan
budaya yang telah ada. Seperti yang telah diketahui bersama bahwa hukum dapat
menjadi sebuah kekuatan yang tangguh untuk perubahan ketika perubahan tersebut
berasal dari sebuah prinsip yang telah mengakar kuat pada budaya masyarakat
yang bersangkutan. Hukum harus tampil secara kompatibel dengan asumsi-asumsi
budaya dan pola-pola perkembangan hukum yang paling umum diterima.
Ketiga,
menjelaskan mengenai sifat dasar dan signifikan dari pola tingkah laku yang
baru yang diharuskan oleh hukum dengan melihat pada kelompok, masyarakat, atau
komunitas di mana pola-pola ini hadir. Dengan demikian hukum baru yang dibentuk
tersebut bersifat praktis dalam tujuannya.
Keempat,
menggunakan unsur waktu secara sadar dalam tindakan legislatif. Semakin singkat
waktu transisinya, semakin mudah adaptasi perubahan yang dibutuhkan oleh hukum.
Pengurangan penundaan akan meminimalisir kemungkinan tumbuhnya perlawanan yang
terorganisir maupun yang tidak terorganisir tehadap perubahan. Namun ada pula
asumsi yang menyatakan bahwa legislasi akan bekerja dengan lebih baik apabila diberi
waktu untuk merencanakan persiapan dalam rangka menyambut perubahan.
Kelima,
bahwa lembaga penyelenggara hukum harus berkomitmen terhadap tingkah laku yang
diharuskan oleh hukum. Penting untuk mempertanyakan tekanan seperti apa yang
cenderung muncul pada lembaga penyelenggara hukum dalam upaya mendukung
penyelenggaraan hukum yang efektif.
Keenam,
perlunya sanksi positif dalam perumusan hukum. Sanksi hukum biasanya dianggap
sebagai hukuman dalam berbagai macam bentuknya. Insentif positif bagi yang telah
mematuhi hukum juga sama pentingnya untuk mendorong perubahan sosial. Kombinasi
antara imbalan dan hukuman harus memiliki proporsi yang seimbang.
Yang
terakhir, memberikan perlindungan yang efektif bagi hak-hak orang yang
dirugikan akibat pelanggaran hukum. Mereka harus diberi insentif untuk
menggunakan legislasi tersebut.
Apabila
ditilik dari proses perkembangan hukum dalam sejarah terhadap hubungan dengan
eksistensi dan peranan dari kesadaran hukum masyarakat ini dalam tubuh hukum
positif, terdapat suatu proses pasang surut dalam bentangan waktu yang teramat
panjang. Hukum hukum masyarakat primitif, jelas merupakan hukum yang sangat
berpengaruh, bahkan secara total merupkan penjelmaan dari hukum masysarakatnya.
Kemudian, ketika berkembangnya paham scholastic yang di percaya. Hukum berasal
dari tahun (abad pertengahan) dan berkembang mazhab hukum alam modern (abad ke-
18 dan ke-19), mengultuskan rasio manusia, eksistensi dan peranan kesadaran,
sangat kecil dalam hal ini, kesadaran hukum tidk penting lagi bagi hukum. Yang
terpenting adalah titah tuhan sebagaimana yang terdapat dalam kitab-kitab suci
(mazhab scholastik) atau hasil renungan manusia dengan menyesuaikan rasionya.
(Mazhab hukum alam modern) selanjutnya, ketika berkembangnya paham-paham
sosiologi pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 yang masuk juga kedalam bidang
hukum.[8]
Masalah
kesadaran hukum masyarakat mulai lagi berperan dalam pembentukan, penerapan dan
penganalisaan hukum. Dengan demikian, terhadap hukum dalam masyarakat maju
berlaku ajaran yang disebut dengan co-variant theory. Teory ini mengajarkan
bahwa ada kecocokan antara hukum dan bentuk-bentuk prilaku hukum. Disamping itu
berlaku juga doktrin volksgeist (jiwa bangsa) dan rechtsbemu stzijn (kesadaran
hukum) sebagaimana yang diajarkan oleh Eugen Ehrlich. Misalnya doktrin –
doktrin tersebut mengajarkan bahwa hukum haruslah sesuai dengan jiwa bangsa
atau kesadaran hukum masyarakat. Kesadaran hukum dipandang sebagai mediator
antara hukum dan bentuk-bentuk prilaku manusia dalam masyarakat.
Hukum
adalah pegangan yang pasti, positif, dan pengarah bagi tujuan-tujuan program
suatu pemerintahan yang akan dicapai. Semua aspek kehidupan dan kesosialan
harus diatur dan harus tunduk pada prinsip-prinsip hukum, sehingga dapat
tercipta masyarakat yang teratur, tertib dan berbudaya disiplin. Hukum
dipandang selain sebagai sarana pengaturan ketertiban rakyat (a tool of social
order) tetapi juga dipandang sebagai sarana untuk memperbaharui dan mengubah
masyarakat ke arah hidup yang lebih baik (as a tool of social engineering).
Sebagai
alat untuk mengubah masyarakat yang dikemukakan oleh Roscoe Pound “as a tool of
social engineering”. Perubahan masyarakat yang dimaksud terjadi bila seseorang
atau sekelompok orang mendapat kepercayaan dari masyarakat sebagai pemimpin
lembaga-lembaga kemasyarakatan. Pelopor perubahan tersebut memimpin masyarakat
dalam mengubah sistem sosial dan di dalam melaksanakan hal itu langsung
berkaitan dengan tekanan-tekanan untuk melakukan perubahan, dan mungkin pula
menyebabkan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga lainnya.[9]
Terbentuknya
hukum sangat berpengaruh bagi kelangsungan sebuah sistem kesosialan masyarakat.
Hukum itu bersifat terikat terhadap setiap individu. Dengan adanya hukum yang
terikat, segala bentuk kegiatan masyarakat, baik itu yang positif maupun
negatif akan terkontrol oleh adanya hukum. Tindakan masyarakat akan terus
mengalami perubahan, apabila masyarakat tersebut melakukan sebuah tindakan
negatif yang bertentangan dengan hukum yang telah terbentuk. Pelanggaran
terhadap hukum, akan mengakibatkan masyarakat mendapat beberapa sanksi tegas,
sehingga sedikit demi sedikit kedisiplinan akan kepatuhan masyarakat akan
terbentuk.
IV.
Kesimpulan
Ø Perubahan
sosial mengarah kepada perubahan hukum.
Dalam hal ini, hukum bersifat reaktif dan mengikuti perubahan
sosial. Perubahan hukum adalah salah
satu dari banyak respons terhadap perubahan sosial. Sering kali respons hukum
terhadap perubahan sosial, yang sudah pasti melalui suatu tenggang waktu (time
lag), akan menyebabkan perubahan sosial baru.
Ø Hukum berperan penting dalam mendorong terjadinya
perubahan sosial dengan berbagai cara. Hukum dapat membentuk institusi sosial
yang akan membawa pengaruh langsung pada tingkat atau karakter perubahan
sosial, hukum sering kali menyediakan kerangka institusional bagi lembaga
tertentu yang secara khusus dirancang untuk mempercepat pengaruh perubahan,
serta hukum membentuk kewajiban-kewajiban untuk membangun situasi yang dapat
mendorong terjadinya perubahan. Diperlukan kondisi-kondisi tertentu agar hukum
dapat mempengaruhi perilaku (perubahan sosial) secara efektif.
V.
Penutup
Demikian
yang dapat saya paparkan mengenai Sosiologi Hukum Wa bill khusus membahas Perubahan
Sosial, yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak
kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya
rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis
banyak berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan kritik dan saran
apapun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di
kesempatan-kesempatan berikutnya.Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada
khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
Wallohummuwafiq
Illa Aqwammintoriq, Wassalammualaikum Wr
DAFTAR
PUSTAKA
Bungin.Burhanuddin,
Sosiologi Komunikasi Teori, Paradikma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di
Masyarakat, (Jakarta: Fajar Interpratama Offset, 2006)
Gazalba.Sidi,
Islam dan Perubahan Sosial Budaya: Kajian Islam tentang Perubahan
Masyarakat,(Jakarta: Pustaka al-Husna, 1983)
Nommy
Horas Thombang.Siahaan, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, (Jakarta: Ed
Ke-2, Erlangga 2004)
Ogburn.William F., Social Change, (New
York: Viking Press, 1982)
Soekanto.Soerjono,
Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia,
1974)
Susanto.Asrid S., Pengantar Sosiologi
dan Perubahan Sosial, (Jakarta: TK.Bica Cupta, 1979)
Syani.Abdul, Sosiologi dan Perubahan
Masyarakat, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1995)
Thomas
Hidya Tjaya, Pustaka Filsafat Humanisme dan Skolatisme, Sebuah Debat, (Yogyakrata:
Kanisius, 2004)
[1] William F.Ogburn, Social Change, (New York:
Viking Press, 1982),h.7
[2] Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu
Pengantar, (Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, 1974),h.217
[3] Sidi Gazalba, Islam dan Perubahan Sosial
Budaya: Kajian Islam tentang Perubahan Masyarakat,(Jakarta: Pustaka al-Husna,
1983),h. 15
[4] Burhanuddin Bungin, Sosiologi Komunikasi
Teori, Paradikma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, (Jakarta:
Fajar Interpratama Offset, 2006),h.92
[5] Abdul syani, Sosiologi dan Perubahan
Masyarakat, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1995), h.88
[8] Thomas Hidya
Tjaya, Pustaka Filsafat Humanisme dan Skolatisme, Sebuah Debat, Yogyakrata:
Kanisius, 2004, hal. 53-54
[9] Siahaan, Nommy Horas Thombang., Hukum Lingkungan dan Ekologi
Pembangunan, Ed Ke-2, Erlangga: Jakarta, 2004, hal. 125
COMMENTS